• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 597 ) Apr 3, 2023

UPZ BRIN Sosialisasikan Pentingnya Zakat Profesi


Jakarta - Humas BRIN. Ramadan merupakan bulan istimewa bagi umat muslim. Salah satu amalan di bulan suci ramadan yaitu membayar Zakat. Zakat itu sendiri adalah kewajiban yang harus dipenuhi umat muslim yang telah memenuhi syarat. Zakat dibagi menjadi 2 jenis yaitu zakat fitrah dan zakat maal. Zakat menjadi penting bagi umat islam karena menjadi kewajiban yang wajib dikeluarkan ketika sudah mencapai nisabnya.


Direktur Kajian dan Pengembangan ZIS-DSKL BAZNAS RI, Muhammad Hasbi Zaenal mengatakan Indonesia sejak tahun 2011 sudah menetapkan UU Zakat No 23 Tahun 2011, dengan adanya UU berlakunya zakat tersebut, artinya zakat tersebut sudah diputuskan oleh pemerintah. Hal itu Hasbi sampaikan dalam BRIEF (BRIN INSIGHT EVERY FRIDAY) edisi Jumat (31/3) hadir dengan tema Zakat Profesi.


Hasbi menjelaskan istilah gaji profesi dalam bahasa arab adalah zakat raatib, yaitu zakat dari gaji, mengacu pada hal tersebut raatib merefleksikan sebuah penghasilan yang sifatnya tetap seperti upah yang didapatkan dari pekerjaannya secara terus-menerus jadi seperti ASN. Maksud dari raatib ini ada dua, ada raatib gaji pekerja atau raatib gaji pensiunan. Gaji pekerja merupakan gaji yang berlangsung yang masih aktif bekerja atau gaji pensiun yang merupakan bagian dari objek zakat andai melewati nisab.


“Saat kita mengetahui dalilnya ada, boleh menetapkan Undang-Undang positif terkait dengan hukum syariat maka Indonesia di tahun 2011 telah menetapkan UU Zakat NO. 23 tahun 2011. Zakat ini sudah diputuskan oleh pemerintah pada tahun 2011, bunyinya dalam UU tersebut disebutkan ada dua jenis zakat, zakat fitrah dan zakat maal. Zakat fitrah ditunaikan untuk mensucikan jiwa dan zakat maal untuk mensucikan harta kita,” ujar Hasbi.


Hasbi melanjutkan, jenis zakat profesi sama dengan zakat pendapatan dan jasa. Ini yang disebut sebagai zakat profesi, namun dalam undang-undang digunakan istilah zakat pendapatan dan jasa. “Dalam peraturan Menteri No. 52 Tahun 2014 Tentang zakat profesi pasal 26 disebutkan bahwa nisab zakat pendapatan senilai 653 kg gabah atau 524 kg beras, tetapi ini kemudian diubah pada tahun 2019 melalui PMA 31 Tahun 2019 yang semula nisabnya adalah 653 Kg gabah menjadi 85 gram emas dalam setahun, ini disesuaikan dengan fatwa MUI nomor 3 tahun 2003 tentang zakat penghasilan,” lanjutnya.


Undang-undang juga sudah mengatur mengenai siapa saja yang berhak sebagai amil atau penerima zakat. Sehingga sebagai wajib zakat harus memperhatikan siapa orang atau lembaga yang berhak menerima atau menyalurkan zakat.


“Terkait dengan gaji, gaji yang diterima oleh pegawai itu menurut Syekh Al Qardhawi ini di istilahkan sebagai al-maal al-Mustafad, yang berarti harta yang terus bertambah. Jadi, hal yang paling sesuai untuk menggambarkan zakat dari penghasilan pekerja atau profesi yang independen dan seterusnya tadi diibaratkan sebagai zakat harta yang terus bertambah. Al-mustafadnya itu bukan karena hartanya berkembang dengan sendiri, tetapi dia berkembang karena adanya tambahan dari pemasukan seperti gaji dari pekerjaan dan waris. Secara fikih, haul zakat tidak harus melewati setahun dulu, tidak perlu ada haul pun itu merupakan fikih yang sah. Dasar fikih ini semata-mata menjelaskan bahwasanya undang-undang zakat itu tidak keluar tiba-tiba, tetapi memang dasar fikihnya ada,” tutupnya.  (nat/ed. akb)