BRIN Perkuat Tata Kelola Informasi Publik melalui Internalisasi DIP dan DIK Tahun 2025
Jakarta - Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) menyelenggarakan kegiatan Internalisasi Pemahaman Daftar Informasi Publik (DIP) dan Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIK) Tahun 2025 sebagai langkah strategis untuk memperkuat tata kelola layanan informasi publik serta mitigasi potensi sengketa informasi di lingkungan BRIN. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Iptek Lantai 3, Gedung B.J. Habibie BRIN, Jakarta Pusat (10/12).
Membuka kegiatan tersebut, Sekretaris Utama
BRIN, Nur Tri Aries Suestiningtyas, menekankan pentingnya kesamaan pemahaman
seluruh unit kerja dalam pengelolaan informasi publik, khususnya di tengah
derasnya arus informasi digital yang berkembang sangat cepat. Menurutnya,
dinamika penyebaran informasi di ruang publik menuntut lembaga pemerintah untuk
semakin cermat, terbuka, dan adaptif dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat.
“Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan
pemahaman bersama di seluruh unit kerja. Di tengah kondisi saat ini, ketika
respons netizen Indonesia sangat luar biasa, kita sebagai bagian dari BRIN
harus mampu menyatakan dengan jelas mana informasi yang termasuk dalam DIP dan
DIK, serta terus memperbaruinya seiring dengan cepatnya arus informasi,”
ujarnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Biro
Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan BRIN, Yudho Baskoro, menyampaikan
bahwa kegiatan ini merupakan upaya berkelanjutan untuk memperkuat pemahaman
mengenai DIP dan DIK di lingkungan BRIN. Ia menegaskan bahwa amanat
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik mengharuskan pemahaman tersebut
melekat pada seluruh unsur organisasi. Dengan kesamaan persepsi, DIP dan DIK
diharapkan semakin memperkuat praktik keterbukaan informasi publik di BRIN.
Pada sesi utama, Komisioner Komisi Informasi
Pusat, Syawaludin, memaparkan bahwa Daftar Informasi Publik (DIP) merupakan
informasi yang wajib dibuka kepada masyarakat, sedangkan Daftar Informasi yang
Dikecualikan (DIK) adalah informasi yang dibatasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ia menjelaskan empat tema utama yang dibahas dalam kegiatan
ini, yakni DIP, DIK, Uji Konsekuensi, dan Sengketa Informasi, dengan landasan
konstitusional Pasal 28F UUD 1945 tentang hak setiap orang untuk memperoleh informasi.
Menurut Syawaludin, keterbukaan informasi
publik merupakan bagian penting dari mekanisme pengawasan oleh masyarakat
sekaligus wujud nyata akuntabilitas pemerintah. Ia menegaskan bahwa PPID
memiliki peran strategis dalam tata kelola informasi publik karena seluruh
permohonan informasi masyarakat berada dalam mekanisme yang dikelola PPID. Oleh
sebab itu, setiap permohonan informasi wajib ditanggapi untuk memberikan
kepastian hukum kepada pemohon.
Dalam hal permohonan informasi memerlukan uji
konsekuensi, Syawaludin menjelaskan bahwa kewenangan berada pada Atasan PPID
melalui tahapan rapat yang melibatkan bagian hukum atau pakar terkait.
Penetapan pengecualian informasi harus didasarkan pada dasar hukum yang jelas,
termasuk penentuan jangka waktu pengecualian yang melibatkan peran arsiparis.
Pada sesi diskusi, turut dibahas penerapan uji konsekuensi pada informasi riset serta pengadaan barang dan jasa. Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis informasi yang dapat dikecualikan, yaitu informasi yang berkaitan dengan rahasia negara, hak kekayaan intelektual, dan rahasia pribadi. Hasil riset tetap wajib dipublikasikan, namun unsur tertentu seperti formulasi teknologi dapat dikecualikan, sementara manfaatnya tetap harus disampaikan kepada publik. Ia juga menegaskan bahwa pertanyaan yang disampaikan melalui media sosial resmi termasuk dalam ranah pelayanan informasi publik dan perlu direspons sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) PPID yang jelas.
Kegiatan ini diikuti oleh pimpinan unit kerja
di lingkungan BRIN, baik secara luring maupun daring, yang terdiri atas kepala
biro, sekretaris deputi, direktur, kepala organisasi riset, serta kepala pusat
riset. Keterlibatan para pimpinan unit kerja tersebut diharapkan dapat
memperkuat implementasi DIP dan DIK secara konsisten di seluruh satuan kerja
BRIN.
Melalui kegiatan internalisasi ini, PPID BRIN
menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas layanan informasi
publik, memperkuat kepatuhan terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik, serta mencegah potensi sengketa informasi di lingkungan BRIN. Dukungan
aktif seluruh unit kerja internal BRIN dinilai menjadi kunci dalam penyediaan
data dan informasi yang dibutuhkan PPID guna mewujudkan pelayanan informasi
publik yang transparan dan akuntabel. (egi)
