• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 11 ) Dec 12, 2025

BRIN Perkuat Tata Kelola Informasi Publik melalui Internalisasi DIP dan DIK Tahun 2025


Jakarta - Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) menyelenggarakan kegiatan Internalisasi Pemahaman Daftar Informasi Publik (DIP) dan Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIK) Tahun 2025 sebagai langkah strategis untuk memperkuat tata kelola layanan informasi publik serta mitigasi potensi sengketa informasi di lingkungan BRIN. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Iptek Lantai 3, Gedung B.J. Habibie BRIN, Jakarta Pusat (10/12).


Membuka kegiatan tersebut, Sekretaris Utama BRIN, Nur Tri Aries Suestiningtyas, menekankan pentingnya kesamaan pemahaman seluruh unit kerja dalam pengelolaan informasi publik, khususnya di tengah derasnya arus informasi digital yang berkembang sangat cepat. Menurutnya, dinamika penyebaran informasi di ruang publik menuntut lembaga pemerintah untuk semakin cermat, terbuka, dan adaptif dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.


“Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan pemahaman bersama di seluruh unit kerja. Di tengah kondisi saat ini, ketika respons netizen Indonesia sangat luar biasa, kita sebagai bagian dari BRIN harus mampu menyatakan dengan jelas mana informasi yang termasuk dalam DIP dan DIK, serta terus memperbaruinya seiring dengan cepatnya arus informasi,” ujarnya.


Sejalan dengan hal tersebut, Kepala Biro Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan BRIN, Yudho Baskoro, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan upaya berkelanjutan untuk memperkuat pemahaman mengenai DIP dan DIK di lingkungan BRIN. Ia menegaskan bahwa amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik mengharuskan pemahaman tersebut melekat pada seluruh unsur organisasi. Dengan kesamaan persepsi, DIP dan DIK diharapkan semakin memperkuat praktik keterbukaan informasi publik di BRIN.


Pada sesi utama, Komisioner Komisi Informasi Pusat, Syawaludin, memaparkan bahwa Daftar Informasi Publik (DIP) merupakan informasi yang wajib dibuka kepada masyarakat, sedangkan Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIK) adalah informasi yang dibatasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ia menjelaskan empat tema utama yang dibahas dalam kegiatan ini, yakni DIP, DIK, Uji Konsekuensi, dan Sengketa Informasi, dengan landasan konstitusional Pasal 28F UUD 1945 tentang hak setiap orang untuk memperoleh informasi.


Menurut Syawaludin, keterbukaan informasi publik merupakan bagian penting dari mekanisme pengawasan oleh masyarakat sekaligus wujud nyata akuntabilitas pemerintah. Ia menegaskan bahwa PPID memiliki peran strategis dalam tata kelola informasi publik karena seluruh permohonan informasi masyarakat berada dalam mekanisme yang dikelola PPID. Oleh sebab itu, setiap permohonan informasi wajib ditanggapi untuk memberikan kepastian hukum kepada pemohon.


Dalam hal permohonan informasi memerlukan uji konsekuensi, Syawaludin menjelaskan bahwa kewenangan berada pada Atasan PPID melalui tahapan rapat yang melibatkan bagian hukum atau pakar terkait. Penetapan pengecualian informasi harus didasarkan pada dasar hukum yang jelas, termasuk penentuan jangka waktu pengecualian yang melibatkan peran arsiparis.


Pada sesi diskusi, turut dibahas penerapan uji konsekuensi pada informasi riset serta pengadaan barang dan jasa. Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis informasi yang dapat dikecualikan, yaitu informasi yang berkaitan dengan rahasia negara, hak kekayaan intelektual, dan rahasia pribadi. Hasil riset tetap wajib dipublikasikan, namun unsur tertentu seperti formulasi teknologi dapat dikecualikan, sementara manfaatnya tetap harus disampaikan kepada publik. Ia juga menegaskan bahwa pertanyaan yang disampaikan melalui media sosial resmi termasuk dalam ranah pelayanan informasi publik dan perlu direspons sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) PPID yang jelas.


Kegiatan ini diikuti oleh pimpinan unit kerja di lingkungan BRIN, baik secara luring maupun daring, yang terdiri atas kepala biro, sekretaris deputi, direktur, kepala organisasi riset, serta kepala pusat riset. Keterlibatan para pimpinan unit kerja tersebut diharapkan dapat memperkuat implementasi DIP dan DIK secara konsisten di seluruh satuan kerja BRIN.


Melalui kegiatan internalisasi ini, PPID BRIN menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas layanan informasi publik, memperkuat kepatuhan terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, serta mencegah potensi sengketa informasi di lingkungan BRIN. Dukungan aktif seluruh unit kerja internal BRIN dinilai menjadi kunci dalam penyediaan data dan informasi yang dibutuhkan PPID guna mewujudkan pelayanan informasi publik yang transparan dan akuntabel. (egi)