• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 148 ) Jun 14, 2024

Toponimi dan Identitas Kewilayahan di Daerah Perbatasan Kalimantan Barat


Pontianak-Humas BRIN. Fenomena lintas budaya di daerah perbatasan merupakan hal yang menarik untuk dikaji karena daerah perbatasan sering kali menjadi titik temu antara berbagai budaya yang berbeda. Beberapa fenomena yang mungkin terjadi di daerah perbatasan antara dua budaya meliputi pertukaran budaya, sintesis budaya, konflik budaya, perdagangan dan ekonomi, serta pengelolaan sumber daya alam. 


Periset Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas (PR BSK) BRIN, Martina, mengatakan bahwa kajian toponimi sangat penting dilakukan untuk mengetahui sejarah asal usul nama suatu tempat, peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi, dan perkembangan nama daerah tersebut.  


“Kajian ini dinilai semakin urgen dilakukan di daerah perbatasan karena nama-nama unsur geografis di wilayah perbatasan harus memiliki kepastian hukum,” ujar Martina dalam Webinar Toponimi dan Identitas Kewilayahan di Daerah Perbatasan, pada Senin (10/06).


Riset ini juga membahas identitas kewilayahan dan upaya penguatannya khususnya pada tiga desa yang berbatasan langsung dengan wilayah negara tetangga, yaitu Desa Jasa, Desa Sungai Kelik, dan Desa Riam Sejawak. 


“Selain itu Riset ini bertujuan untuk menghasilkan deskripsi toponimi desa/dusun, kondisi identitas kewilayahan, dan upaya penguatan yang diterapkan di daerah perbatasan Kalimantan Barat-Serawak,” terang Martina.


Menurut Martina, identitas wilayahan berperan penting dalam memperkuat ikatan sosial penduduk setempat sehingga mendorong terwujudnya solidaritas, kebanggaan bersama, dan rasa saling keterkaitan yang berdampak dalam konteks sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan.


Upaya penguatan identitas kewilayahan di daerah perbatasan khususnya tiga desa, yaitu melalui pelibatan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan dan penyusunan program-program lokal, pengembangan seni dan budaya lokal, menjaga hukum adat dan menyelenggarakan acara kultural, konservasi dan keberlanjutan lingkungan, dan kerja sama lintas batas.


Martina juga menyoroti pentingnya toponimi dalam pengelolaan daerah perbatasan. Nama-nama tempat yang jelas dan konsisten sangat penting untuk navigasi, administrasi, dan koordinasi antar negara. Di daerah perbatasan yang sering kali sulit dijangkau dan memiliki medan yang kompleks, toponimi yang akurat dapat membantu mengurangi kebingungan dan konflik.


Lebih jauh, Martina mengusulkan bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya harus memperhatikan sensitivitas budaya dan sejarah dalam penentuan atau perubahan nama tempat di daerah perbatasan. Dialog dengan masyarakat setempat dan penghormatan terhadap warisan budaya mereka harus menjadi bagian integral dari proses ini. Dengan demikian, toponimi tidak hanya akan menjadi alat administrasi, tetapi juga sarana untuk membangun sosial dan menghormati identitas kewilayahan. (msr)