Tingkatkan Efektifitas Riset, BRIN Lakukan Penataan Program dan SDM
Jakarta - Humas BRIN. Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, mengungkapkan pentingnya melakukan penataan ulang program dan aktivitas riset untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) di BRIN.
Dalam sambutannya pada apel pagi yang diadakan secara daring pada Senin (11/09), Handoko menjelaskan bahwa penataan ulang program-program dan aktivitas riset sangat diperlukan agar kita bisa mensinergikan dan membuat aktivitas itu menjadi lebih efektif, efisien dan tentu yang lebih penting menjamin pengembangan SDM.
“Mindset kita saat ini bukan sekedar bagaimana periset bisa melakukan riset karena kalau tidak dilakukan kita hanya mengulang masalah lama dimana harus kita akui bahwa SDM kita masih sangat lemah yaitu 100% output di BRIN itu hanya dihasilkan tidak lebih dari 30% civitas dan merupakan kondisi realita saat ini,” ungkap Handoko.
Handoko juga menambahkan bahwa fokus saat ini adalah memastikan orang-orang champion itu bisa melakukan riset dengan baik di BRIN yang kedua anak-anak baru bisa bergabung dan mulai melakukan riset di BRIN. “Tidak sekedar menjamin semua orang siapapun itu yang hanya karena status administratif terus seolah sudah jadi periset, tetapi melihat secara detail kapasitas kompetensi SDM di setiap bagian topik-topik saat ini khususnya untuk program-program karakternya memang spesifik,” terang Handoko.
Ia juga menyampaikan bahwa saat ini BRIN sedang membangun desain program ini dengan memanfaatkan skema yang sudah ada baik itu skema mobilitas periset maupun skema-skema hibah yang akan sangat membantu bagi periset.
“Kalau program-program khusus ini sudah mulai kita jalankan maka mulai berani mengambil anggaran yang jauh lebih besar,” ujar Handoko. Ia juga menegaskan bahwa mendapatkan anggaran 1% PDB itu bukan tujuan tetapi hanya indikator. “Anggaran itu harus berkorelasi bersama-sama peningkatan kuantitas dan kualitas dari riset itu sendiri. Jadi kita tidak bisa sekedar meminta tanpa memperbaiki program kita,” jelas Handoko.
Handoko memaparkan beberapa contoh program yang sedang dalam proses diskusi sangat intensif bersama Organisasi Riset dan Pusat Riset terkait dengan Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi, Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan juga Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi.
“Misalnya kalau untuk riset terkait arkeologi jadi saat ini kami kurang lebih sudah bersepakat bahwa kita akan melakukan riset arkeologi itu berbasis platform dari situs ekskavasi sedangkan risetnya itu sendiri berbasis sebagai collection yang akan disimpan di KST Soekarno, jadi di KST Soekarno itu selain koleksi flora fauna juga ada koleksi artefak dan koleksi manuskrip,” jelas Handoko. Ia juga menambahkan bahwa ekskavasi itu sendiri sebenarnya hanya akuisisi data demikian juga halnya dengan manuskrip dan tradisi lisan.
“Tetapi untuk manuskrip ini agak berbeda karena basisnya dan juga karakter dari tim juga kapasitas sdm-nya jadi kurang lebih kita akan putuskan untuk membentuk pusat kolaborasi riset internasional misalnya sebagai jangkar untuk aktivitas riset dari manuskrip dan tradisi lisan yang sudah dikumpulkan sedangkan untuk akuisi datanya itu bisa lebih mudah karena ini tidak semasif kalau arkeologi biasa,” tambah Handoko.
“Kemudian kalau untuk yang terkait flora dan fauna misalnya apakah itu Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan mungkin juga Organisasi Riset Kesehatan itu eksplorasinya kemungkinan besar juga ini sedang didiskusikan kalau ini ya kita belum tuntas tapi kurang lebih yang saya tangkap itu memang basisnya akan ekspedisi yang lebih terarah dengan lobus tertentu,” lanjut Handoko.
“Nah kelautan juga serupa tapi kelautan platformnya adalah di kapal riset yang basisnya itu adalah agenda ekspedisi dari ewid Ekspedisi Widya Nusantara yang setahun bisa beberapa batch nanti mulai tahun depan kita upayakan dengan kapal yang ada sebelum kapal baru selesai dan masuk ke Armada kita,” jelas Handoko.
“Kalau untuk antariksa misalnya itu berbeda lagi, jadi antariksa ini kita akan fokus ke satelit remote sensing penginderaan jauh jadi bukan yang eksplorasi antariksa meskipun kita tidak menutup kemungkinan ikut eksplorasi antariksa tetapi tidak secara proaktif melakukan itu,” jelas Handoko. Ia juga menambahkan bahwa riset antariksa sendiri lebih fokus pada penginderaan jauh berbasis satelit-satelit remote sensing karena itu yang diperlukan negara Indonesia sebagai negara kepulauan dimana saat ini juga sudah mengeluarkan uang cukup banyak untuk membeli data dari satelit remote sensing.
“Kita melihat belum waktunya untuk melakukan investasi untuk infrastrukturnya secara masif karena kapasitas kompetensinya sama sekali belum kuat sehingga kita putuskan kemungkinan besar akan berbasis pada mobilitas periset di mana periset kita yang akan bergabung ke negara mitra,” tambah Handoko.
“Nah sebaliknya kalau untuk nuklir agak berbeda lagi karena aktivitas risetnya atau aktivitas jangkarnya itu basisnya harus dilakukan di Indonesia tetap bermitra dengan partner strategis dengan pelaksanaannya ada di negara kita, sehingga selain kita bisa sambil belajar meningkatkan kapasitas kompetensi tetapi kita bisa melakukan suatu aktivitas riset yang memang memiliki makna penting dan strategis bagi negara kita dalam jangka panjang,” jelas Handoko.
“Jadi hal-hal seperti inilah yang saat ini itu sedang kita diskusikan bersama dengan khususnya para kepala OR dan para kepala PR, dan apabila dari periset memiliki ide-ide baru terkait dengan karakter riset dari aktivitas riset masing-masing kelompok riset misalnya silakan segera disampaikan ke kepala PR dan kepala OR-nya sehingga itu bisa dijadikan usulan bagaimana kita mengembangkan aktivitas riset berbasis pada platform,” tutur Handoko.
Ia juga menuturkan bahwa pada platform inilah proses riset yang peningkatan kualitas dari risetnya dilakukan bersama-sama dengan mitra dari luar negeri di sisi lain BRIN juga membimbing membina generasi muda calon periset masa depan sejak fresh graduate dari generasi-generasi muda.
“Ada beberapa topik riset yang
kita masih berkutat dan belum menemukan apa yang sebaiknya kita lakukan selain
hanya sekedar melanjutkan riset-riset yang ada, secara strategis juga sulit
untuk dijustifikasi dan tidak bisa juga dipakai sebagai jangkar untuk melakukan
kolaborasi Global yang sangat penting untuk meningkatkan kapasitas kompetensi
periset kita sekaligus membina generasi muda calon periset masa depan di negara
ini,” tutup Handoko. (nnp)