Tiga Fokus Penelitian BRIN Fenomena Gerhana Matahari Hibrida di Biak
Biak – Humas BRIN. Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional melakukan kegiatan riset gerhana matahari di pulau Biak. Riset ini dilakukan di atas Gedung Fasilitas Stasiun Bumi Pengendali dan Penerima Data Satelit Kawasan Stasiun Lapangan Stasiun Bumi di Biak pada Kamis, (20/04). Ada tiga fokus kegiatan riset yang dilakukan pada saat gerhana matahari ini yaitu perekaman Corona Matahari saat gerhana total, mengukur tingkat kecerlangan langit saat gerhana, dan riset ionosfer.
Muhamad Zamzam Nurzaman, periset dari Pusat Riset Antariksa BRIN menjelaskan bahwa teleskop yang digunakan untuk pengamatan ini sendiri adalah tipe ekuatorial sehingga arah dari sumbu teleskop harus sama dengan sumbu bumi. Setelah teleskop sejajar dengan ekuator selanjutnya dilakukan penyetimbangan (balancing), dan kemudian diarahkan (pointing) ke Matahari secara otomatis.
Zamzam juga menambahkan bahwa kamera yang digunakan untuk pengamatan adalah kamera Canon dengan tipe 6D. “Kontrol kameranya sendiri dilakukan lewat computer, hal ini dilakukan untuk meminimalisir gerakan yang dikhawatirkan dapat mengganggu posisi dari teleskopnya,“ jelas Zamzam.
Pada fase awal gerhana total pada pukul 13:56:52, puncak gerhana total pada pukul 13:57:17 dan akhir gerhana total pada pukul 13:57:42 waktu lokal Biak, kondisi langit di atas lokasi pengamatan tertutup awan. Kepala Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional Emmanuel Sungging Mumpuni menyampaikan bahwa pada dasarnya saat ini kondisinya adalah kita berhadapan dengan alam yang tidak bisa dihindari. Memang dari prediksi cuaca di Biak itu sekitar 55% potensi berawan. Tetapi kegiatan riset tetap harus dilakukan.
Pada kesempatan yang sama, Ayu Dyah Pengestu periset Pusat Riset Antariksa BRIN yang berfokus pada riset Matahari menyampaikan bahwa dari segi data untuk riset matahari sendiri tidak mengalami kendala. ”Kegiatan riset ini sendiri merupakan hasil kolaborasi bersama beberapa pengamat lain, tim Itera yang melakukan pengamatan dari Timor Leste dan tim Planetariun Jakarta di Biak. untuk tim Itera di Timor Leste sendiri mendapatkan hasil data yang lengkap karena cuaca di Timor Leste sendiri cerah sehingga bisa teramati mulai dari awal gerhana hingga akhir dan data tersebut yang akan digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan untuk riset” katanya.
Sementara itu, Clara Yoyo Yatini periset dari Pusat Riset Antariksa BRIN yang berfokus pada riset kecerlangan langit mengungkapkan bahwa hasil data yang didapatkan untuk riset kecerlangan langit sendiri masih kurang maksimal. Hal ini disebabkan karena banyaknya awan pada saat mulai gerhana matahari. “data yang diperlukan bisa didapat hanya saja karena banyaknya awan dan sebagainya kemungkinan agak agak sulit untuk untuk menjadi satu hasil yang maksimal,” jelas Clara.
Agri Faturahman, periset dari Pusat Riset Antariksa BRIN yang berfokus pada riset ionosfer menyampaikan bahwa untuk ionosfer sendiri data yang diperlukan sudah terpenuhi. “Kebetulan untuk riset ionosfer sendiri kami tidak menggunakan perangkat optik untuk melakukan pengamatan. Kami menggunakan sinyal GPS di mana sinyal itu berupa gelombang elektromagnetik atau gelombang radio, jadi walaupun dari segi kondisi di lapangan tidak memungkinkan data yang kami perlukan masih tetap bisa didapatkan,” jelas Agri.
Riset gerhana Matahari ini sendiri sudah
dimulai sejak melakukan prediksi pada lintasan gerhana kemudian persiapan, dalam
rangkaian riset itu ada hasil-hasil yang diperoleh, bisa menjadi bahan riset
selanjutnya, dan diharapkan para periset dapat menggali lebih lanjut dari hasil
data yang ada. (nnp)