• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 392 ) Apr 28, 2023

Pusat Riset Antariksa BRIN Lakukan Pengamatan Gerhana Matahari di Biak


Biak – Humas BRIN. Fenomena Gerhana Matahari Hibrida menjadi salah satu fenomena yang dinantikan oleh banyak orang. Gerhana Matahari Hibrida sendiri adalah Gerhana Matahari yang seolah terlihat menjadi 2 macam gerhana berbeda yang terjadi dalam satu waktu secara berurutan dalam satu fenomena, yaitu bagi pengamat di tempat tertentu terlihat sebagai Gerhana Matahari Cincin, sedangkan di tempat lain sebagai Gerhana Matahari Total.


Fenomena Gerhana Matahari Hibrida ini sendiri berlangsung pada tanggal 20 April 2023. Yogyakarta akan menjadi Ibukota provinsi yang paling awal memulai Gerhana Matahari Sebagian, sedangkan Medan akan menjadi Ibukota provinsi yang paling awal mengakhiri Gerhana Matahari Sebagian.


Sementara itu, Jayapura akan menjadi Ibukota provinsi yang paling akhir memulai dan sekaligus mengakhiri gerhana matahari Sebagian. Gerhana Matahari Sebagian tidak dialami di lima kabupaten/kota di provinsi Aceh yaitu di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie.


Tim pengamat dari Pusat Riset Antariksa dibantu oleh tim dari Kawasan Stasiun Lapangan Stasiun Bumi Biak Badan Riset dan Inovasi Nasional melakukan pengamatan Gerhana Matahari Hibrida di atas Gedung Fasilitas Stasiun Bumi Pengendali dan Penerima Data Satelit Kawasan Stasiun Lapangan Stasiun Bumi di Biak.


Kepala Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional Emmanuel Sungging Mumpuni dalam keterangan wawancaranya di lokasi pengamatan pada (20/4)  mengatakan bahwa ada satu kelompok riset di Pusat Riset Antariksa yang disebut dengan kelompok riset matahari dan aktivitasnya. “Kelompok riset ini mencoba mempelajari Matahari dan semua akibat yang muncul dari proses di Matahari itu, dan salah satu fenomena matahari yang memang bisa kita pelajari itu adalah fenomena gerhana, “ jelas Sungging.


Sungging menjelaskan bahwa kegiatan perekaman pada saat fenomena gerhana matahari sendiri sudah menjadi agenda rutin dari Pusat Riset Antariksa. “ hasil perekaman pada saat fenomena gerhana matahari ini yang nantinya akan menjadi bahan penelitian, Di tahun 2023 ini gerhana matahari terjadi dan melewati beberapa lokasi di Indonesia dari pulau Timor kemudian di Maluku Tenggara,  di leher burung pulau Papua sampai Pulau biak. Pulau Biak sendiri menjadi pilihan titik lokasi pengamatan kami karena di Biak ada KSL Stasiun Bumi BRIN,” ujar Sungging.


Ia juga menambahkan bahwa dengan dilakukannya pengamatan gerhana di lokasi BRIN, maka kegiatan riset yang dilakukan akan menjadi lebih mudah. Pada fase awal gerhana total pada pukul 13:56:52, puncak gerhana total pada pukul 13:57:17 dan akhir gerhana total pada pukul 13:57:42 waktu lokal, kondisi langit di atas lokasi pengamatan tertutup awan. “Pada dasarnya saat ini kondisinya adalah kita berhadapan dengan alam yang tidak bisa dihindari. Memang dari prediksi cuaca di Biak itu sekitar 55% potensi berawan. Tetapi kegiatan riset tetap harus dilakukan,” jelas Sungging.


Sungging juga mengungkapkan bahwa walapun terjadi kendala selama pengamatan dilapangan tetapi untuk pengambilan data riset nya berjalan lancar dan data yang dibutuhkan pun dapat terkumpul. Riset gerhana matahari ini sendiri sudah dimulai sejak melakukan prediksi pada lintasan gerhana kemudian persiapan dimana dalam rangkaian riset itu ada hasil-hasil yang bisa menjadi bahan riset selanjutnya dan diharapkan para periset dapat menggali lebih lanjut dari hasil data yang ada.


Sungging mengungkapkan bahwa ada tiga fokus kegiatan riset yang dilakukan pada saat gerhana matahari. “Yang menjadi fokus kegiatan riset kita adalah perekaman dalam banyak fenomena Corona Matahari. Jadi ketika terjadi puncak gerhana itu matahari akan terlihat satu fenomena seperti mahkota atau disebut Corona. Nah fenomena ini yang akan direkam dan dihitung. Hasil perhitungan ini yang menggambarkan kondisi dinamis matahari,“ terangnya.


“Fokus riset kedua ketika fenomena gerhana terjadi langitnya berubah dari terang terus sejenak menjadi semakin gelap dan kemudian kembali menjadi terang. Perubahan ini yang akan kita ukur dengan cara memasang sensor. Sensor itu akan menghitung perubahan dari terang menjadi gelap itu seperti apa dan yang ketiga adalah untuk memahami dinamika ionosfer. Ionosfer itu sendiri adalah satu wilayah sangat tinggi di atas atmosfer. Ionosfer itu sesaat akan mengalami perubahan ketika langitnya dari terang menjadi gelap. Proses fisis apa yang terjadi di ionosfer itu yang berubah dan itu yang akan kita coba pahami,“ tambah Sungging.


Pada kesempatan yang sama Ketua Tim Kelompok Riset matahari dan aktivitasnya, Pusat Riset Antariksa BRIN, Johan Muhamad mengatakan bahwa pengamatan Gerhana Matahari ini untuk memantau aktivitas matahari, memprediksi tentang lontaran masa corona. Johan menambahkan bahwa di matahari sendiri sering terjadi ledakan, salah satu jenis ledakannya adalah CME atau Coronal Mass Ejection, matahari mengeluarkan sebagian materialnya ke luar angkasa diantara planet terkadang sampai ke bumi. “Fokus riset ini sendiri adalah untuk menyelidiki bagaimana penjalaran lontaran masa corona itu. Apakah lontaran masa corona tersebut sampai ke bumi atau tidak,” jelas Johan.


“Bagian permukaan matahari atau disebut juga corona pada hari biasa tidak akan terlihat karena terlalu terang, tetapi pada saat gerhana terjadi corona akan terlihat sehingga model corona yang telah dibuat oleh periset bisa dievaluasi pada saat gerhana matahari. Selain itu riset juga akan berfokus pada dosis radiasi dan gerhana matahari itu sendiri,” ungkapnya lebih lanjut. (nnp)