• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 1586 ) Aug 26, 2022

Periset Pertanian dan Pangan BRIN Kunjungi Fasilitas Riset dan Inovasi BRIN di Bogor dan Cibinong


Cibinong – Humas BRIN. Saat ini, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempunyai 122 periset yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Untuk itulah dipandang perlu dilakukan Konsolidasi Periset Multilokasi yang bertujuan memberi kesempatan kepada periset ORPP BRIN di daerah untuk mengunjungi fasilitas Co-Working Space dan Laboratorium BRIN, bertemu dengan pimpinan ORPP BRIN, dan konsolidasi riset dan inovasi, pada Rabu (24/8) dan Kamis (25/8).


Kegiatan diawali dengan melakukan kunjungan ke Museum Kepresidenan dan Museum Nasional Sejarah Alam BRIN di Bogor dan dilanjutkan dengan kunjungan ke Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Sukarno di Cibinong.


Di akhir acara yang berlokasi di Auditorium Teratai KST Sukarno, Kepala Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN, Dr. Dra. Dwinita Wikan Utami, M.Si. mengatakan, KST Sukarno Cibinong merupakan pusatnya ORPP, fasilitas yang ada di sini dapat digunakan dengan cara berkolaborasi membentuk suatu kelompok riset bersama dengan peneliti yang ada di Cibinong, Bogor, dan sekitarnya. 


“Dengan perubahan yang drastis seperti sekarang ini, membuat kaki kita berat untuk melangkah tetapi insya Allah semuanya akan terpecahkan manakala kita bisa saling mengenal satu sama lain dan berkolaborasi. Dengan kepakaran yang sangat beragam ini merupakan potensi untuk saling bergandengan. Namun untuk bergerak melakukan kegiatan  kita harus bermodalkan proposal,” ujar Dwinita.


“Jadi, pertama  ketika kita mau mengeksploitasi, mengoleksi dan mengeksplorasi harus ada proposal. Begitu pula jika mau bergandengan dengan mitra. Kedua, sekarang kita harus narsis, harus bisa “menjual diri”, mempromosikan diri kita melalui media sosial yang berisikan riset atau scientist. Tujuannya adalah untuk mengibarkan bendera kita. Sehingga teman-teman sesama OR atau lintas PR bisa saling mengenal dan dapat memudahkan kita untuk mencari peneliti atau ahli yang kita butuhkan. Kita pun bisa memancing orang lain untuk berkolaborasi,” sambung Dwinita.


Dwinita menjelaskan bahwa badan litbang yang sebelumnya melakukan kegiatan bersifat top down sepertinya tidak akan ada lagi di BRIN, sehingga setiap peneliti harus aktif dan pro aktif. Termasuk mengeksplor kepakaran dan menggaet kolaborator. Perjanjian Kinerja (PK) pun tidak bisa ditawar, namun untuk poin substansi masih bisa disesuaikan. 


“Kita bisa atur tingkat kesulitan di PK di tingkat Pusat Riset. Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan merupakan Pusat Riset paling gendut dengan jumlah periset sekitar 400-an, tentunya berkorelasi dengan tingkat riuhnya,” kata Dwinita. 


Dirinya mengatakan, mulai bulan depan masing-masing individu sudah mulai terukur capaian outputnya setiap bulan. Ini menjadi tanggung jawab Ketua Kelompok Riset (Kakelris) yang harus memantau capaian setiap anggotanya.


Ia menambahkan, “Kita membuka diri dan berpikir positif, niatkan untuk perbaikan diri sendiri karena beberapa berita di luar mengatakan output riset kita di tingkat ASEAN agak paling bawah. Kriterianya sebenarnya KTI yang terindeks Scopus. Karena KTI kita yang ada di Scopus masih sangat minimal. Itu merupakan peluang untuk memotivasi diri sehingga bisa maju bersama dan menyelamatkan fungsional,” paparnya.


“Jika output tidak maksimal akan terimbas pada tunjangan kinerja kita. Tahun depan 2023 PK yang sudah ditandatangani akan diupgrade di tingkat OR untuk menyesuaikan capaian atau target yang diminta oleh BRIN. Tahun ini OR PP masih dikondisikan karena proses integrasi masih terus berlangsung. Apapun yang terjadi semua adalah izin Allah SWT, kita harus menyikapinya dengan positif dengan berpikir positif. Harapan saya mari kita bersinergi insya Allah bersama kita bisa,” pungkas Dwinita mengakhiri sambutannya. (ew/ ed.sl)