Periset BRIN Kenalkan Konsep Nuklir pada Pelajar
Bandung – Humas BRIN. Bagi sebagian besar
masyarakat awam, nuklir merupakan sesuatu yang menakutkan. Jika mendengar
istilah nuklir dan radiasi, maka yang terbayang dalam benak adalah sesuatu yang
berbahaya, mungkin salah satu hal yang teringat sebuah peristiwa tentang bom
atom Hiroshima dan Nagasaki.
Sejatinya, radiasi ada di sekitar kita. Secara
alami, radiasi tersebut disebut sebagai sumber radiasi alam. Misalnya, radiasi
yang berasal dari sinar matahari. Sebagian besar radiasi kita terima dari alam.
Bahkan, tubuh manusia itu sendiri memancarkan radiasi secara alami pula. Selain
itu, batuan yang berasal dari dalam bumi juga mengandung radiasi. Nuklir dan
radiasi memang memiliki resiko, tetapi sangat bermanfaat.
Nuklir merupakan bentuk energi yang dilepaskan
dari inti atom yang terdiri dari proton dan neutron. Prinsipnya adalah jika
suatu unsur yang stabil diiradiasi dengan neutron di dalam teras reaktor, maka
sampel tersebut akan berubah menjadi unsur yang tidak stabil atau kita kenal
sebagai radioisotop. Hal itu disampaikan oleh Indah Kusmartini, periset Pusat
Riset Teknologi Analisis Berkas Nuklir BRIN saat menerima kunjungan SMA Mutiara
Bunda Bandung, pada Selasa (27/02) di Ruang Pamer BRIN Kawasan Kerja Bersama,
Tamansari, Bandung.
Lebih lanjut Indah mengatakan bahwa radioisotop
tersebut akan kembali stabil dengan cara memancarkan sinar Alpha, Beta dan
Gamma, dengan energi dan waktu paruh yang berbeda-beda. Fasilitas utama untuk
dapat menghasilkan radiasi adalah reaktor nuklir dengan jenis reaktor riset.
Radioisotop dengan paparan radiasinya
inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai tracer, alat analisis, diagnostik dan
terapi. “Namun jika terpapar radiasi dalam waktu yang cukup lama, dekat
jaraknya serta energinya tinggi, maka ini dapat berdampak kepada gangguan
kesehatan manusia,” jelas Indah.
Hingga saat ini Organisasi Riset Tenaga
Nuklir yang ada di Kawasan Kerja Bersama Taman Sari sudah menghasilkan radioisotop
sebagai berikut: Teknesium-99m, Iodium-131, Posfor-32, Brom-82, Terbium-161,
Indium-113m, dan Scandium-46. “Radioisotop Brom-82 dan Scandium-46 mempunyai
energi gamma yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan di bidang industri
sebagai radiotracer untuk mendeteksi kebocoran dan untuk Uji Tak Rusak (Non
Destructive Test) pada alat-alat industry,” tutur Indah.
Selain bidang industri, radioisotop juga dapat digunakan di bidang kesehatan, yaitu untuk diagnosis dan terapi. Salah satu radioisotop primadona yang paling banyak digunakan untuk diagnosis (penggunaannya hampir 95%) yaitu radioisotop Teknesium-99m. Hal ini dikarenakan Teknesium-99m mempunyai karakteristik pemancar gamma murni, energi yang relatif rendah (140,5 KeV), dan waktu paruh pendek (6 jam).
Di bidang pengawetan makanan, radiasi
digunakan untuk melumpuhkan bakteri patogen dan mikroba. Keduanya menyebabkan
menurunnya kualitas makanan. Sesuai dengan dosisnya, radiasi digunakan untuk
menghambat pertunasan, menunda pematangan, dekontaminasi mikroba, dan
memperpanjang masa simpan.
Bisa dikatakan bahwa radioisotop solusi dalam meningkatkan mutu pangan. Hal ini dapat meningkatkan ketahanan pangan karena radiasi secara efektif dapat mengawetkan bahan pangan dan menekan kerugian pasca panen hingga mencapai 60%. Selain itu, membuka peluang ekspor dengan menunda pematangan pada komoditas buah.
“Teknologi Nuklir dalam pemanfaatan
radioisotop Co-60 dapat berperan dalam menghasilkan varietas unggul dari segi
kualitas maupun kuantitas antara lain: padi yang telah dihasilkan sebanyak 26
varietas, kedelai sebanyak 12 varietas, sorgum sebanyak 3 varietas, dan bahan
pangan komoditi lainnya seperti gandum, kacang tanah, kacang hijau, pisang, dan
kapas,” pungkas Indah. (ers, ed.kg)