Periset BRIN Jelaskan Manfaat Nuklir untuk Penelitian di Bidang Kesehatan
Bandung – Humas BRIN. Dalam rangka peningkatan penelitian dosen dan rencana pengembangan laboratorium di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Makassar (Polkesmas), Direktur Polkesmas dan tim melakukan kunjungan ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kunjungan ini dilaksanakan pada Jumat (21/06) Kawasan Kerja Bersama (KKB) Tamansari dan Kawasan Sains dan Teknologi (KST) Samaun Samadikun, Bandung.
Dalam sambutannya, Direktur Polkesmas, Rusli, menyampaikan harapannya terkait kunjungan ini. “Pertama kali kami mendengar kata nuklir, umumnya ada rasa takut dan bahaya. Apakah keluar dari sini, kami akan berubah menjadi sesuatu? Untuk itu, melalui kunjungan ini, kami ingin mengetahui lebih lanjut terkait nuklir, radioisotop dan riset apa saja yang dikerjakan oleh BRIN. Kami berharap agar kami bisa mendapatkan gambaran riset ini sebagai bentuk pelaksanaan kolaborasi riset yang telah ditandatangani bersama,” tutup Rusli.
Selanjutnya, Isti
Daruwati, Periset dari Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan
Biodosimetri (PRTRRB) BRIN dalam sambutannya, juga berharap agar melalui
kunjungan ini bisa mengembangkan kerja sama riset.
“Kunjungan
balik ini diharapkan dapat mempererat silaturahmi yang ada. Lingkup riset BRIN
sangat luas, kami melakukan penelitian baik dibidang eksak, sosial, budaya dan
juga humaniora. Karena riset merupakan pondasi untuk sebuah negara, diharapkan
kolaborasi ini bisa membuat suatu keilmuan, teori baru dan produk radiofarmaka
dalam pengembangan riset di bidang kesehatan,” harap Isti.
Pada sesi paparan, Irsyad, Direktorat Fasilitas Pengelolaan Ketenaganukliran (DPFK) BRIN menjelaskan beberapa aplikasi nuklir dan radiasi yang dimanfaatkan untuk bidang pertanian, pangan, kesehatan, industri, lingkungan.
“Riset
Nuklir di bidang kesehatan, diantaranya menggunakan radiasi untuk mendiagnosis
fungsi tubuh menggunakan Sinar-X, Sinar Gamma dan Radioisotop. Selain itu juga
digunakan untuk terapi dengan tujuan degradasi sel kanker, tumor atau benda
asing lainnya melalui perhitungan dosis yang akurat,” terang Irsyad.
Pengembang
Teknologi Nuklir Ahli Pertama ini menjelaskan penggunaan Thyroid Uptake
untuk mendiagnosis fungsi kelenjar gondok menggunakan radioisotop Iodium-131. Sedangkan,
Renograf dimaksudkan untuk mendeteksi fungsi kedua ginjal dengan mudah,
cepat, aman dan akurat menggunakan radiofarmaka 131I-hippuran atau 99mTc-DTPA.
Selain itu, pada bidang kedokteran nuklir, Kamera Gamma sebagai alat pencitraan
non invasif digunakan mendeteksi berbagai penyakit baik kelainan organ hingga
kanker. Kit Radiofarmaka memainkan peran penting dalam keberhasilan diagnosis dan
terapi penyakit karena sifatnya yang spesifik ke target.
Brachytherapy adalah jenis terapi
dengan radioaktif yang digunakan untuk mengobati kanker dengan cara
menaruh
sumber radiasi secara langsung di dalam atau di dekat tumor ganas. Selain itu, brachytherapy
memberikan pengobatan yang lebih tepat dan mengurangi kerusakan di daerah
jaringan yang sehat di sekitar tumor.
Teknik deteksi
radiofarmaka dapat dilakukan secara in vivo maupun in
vitro. In vivo adalah teknik deteksi dengan cara radiofarmaka
diinjeksikan ke dalam tubuh pasien kemudian dilakukan pencitraan terhadap tubuh
pasien. Sedangkan In vitro adalah teknik deteksi
dilakukan di luar tubuh, sampel berupa darah pasien yang diambil kemudian di
tes menggunakan kit Radioimmunoassay (RIA) dengan prinsip immunologi. (kpv)