Perhatikan Suara komunitas Adat dalam Pembangunan Ibu Kota Negara Baru
Jakarta, Humas BRIN. Wacana Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta mendekati titik temu dengan adanya RUU IKN yang kini sudah dibahas oleh Pemerintah dan DPR sejak akhir September 2021 lalu. Plt. Kepala Kantor Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Athiqah Nur Alami, menekankan pentingnya keterlibatan suara komunitas adat dan pemangku hak wilayah adat dalam pembangunan IKN perlu menjadi perhatian, mengingat akomodasi masyarakat adat menjadi krusial karena sering terlupakan dan terabaikan. “ Kepentingan mereka belum di akomodasi dalam badan otorita yang nantinya akan dibentuk,” tutur Athiqah, dalam webinar ‘Menimbang Aspirasi Pusat dan Daerah Dalam IKN: Akomodasi Masyarakat Adat’, pada Rabu (1/12).
Menurut Athiqah, ada desa komunitas dan daerah adat yang merupakan bagian dari ibu kota baru, namun ternyata ada persoalan ketimpangan aspirasi para pemegang hak wilayah di Kalimantan Timur khususnya dalam perumusan IKN ini. “Ada sejumlah tokoh adat tidak dilibatkan proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan terkait IKN,” sebut Athiqah. “Padahal, pembangunan IKN ini diatas tanah adat, setidaknya ada empat desa komunitas adat dayak paser wilayah dan tiga belas wilayah adat disekitar Ibu Kota baru Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara dan Kecamatan Kamboja Kutai Kertanegara,” jelas Athiqah.
Senada, tokoh masyarakat adat Kalimantan Timur, Pangeran Raden Dedy, mengutarakan dalam pembentukan dan pembangunan IKN perlu pelibatan tokoh adat dan pemuka masyarakat adat, mengingat selama ini tokoh adat belum sepenuhnya dilibatkan. Hal ini, sebagai antisipasi jika terjadi persoalan lahan atau tanah yang sangat berpotensi terjadinya konflik di akar rumput. “Untuk itu peran masyarakat adat-lah yang mampu meredam potensi konflik tersebut,” ungkapnya.
“Kehadiran 1,5 juta ASN ke Kalimantan Timur beserta keluarga khususnya di Kabupaten Paser Penajam Utara dan Kutai Kertanegara akan melahirkan cikal bakal perbedaan sosial, status, budaya, watak, karakter, sikap, tutur kata, dan gaya, sangat berpotensi terjadinya gesekan dan konflik,” lanjut Dedy
Sementara, menurut peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN, Herry Yogaswara mengatakan Potensi konflik dalam pemindahan IKN dari sudut pendatang adalah gelombang migran terpaksa dari berbagai lapisan masyarakat, terutama ASN kelas menengah, dan migrasi swakarsa dari pendudukan yang melihat IKN sebagai wilayah ekonomi baru. “Bagi masyarakat lokal, akan timbul keterancaman tersingkir, hak-hak adat versus pengakuan negara, dan budaya baru yang dibawa oleh pendatang,” terang Herry.
Sehingga, akan terjadi interaksi yang kuat antara masyarakat transmigran, migran dan masyarakat lokal karena perjumpaan kultural maupun sosial. “Masyarakat lokal menerima dengan was-was melihat adanya kesempatan baru, dan informasi yang sangat terbatas terkait IKN menyebabkan adanya kekhawatiran terkait kemungkinan relokasi masih terjadi,” katanya. (suhe/ed:mtr)