Pemanfaatan Metode Passive Seismic untuk Pemetaan Explorasi Geothermal
Cibinong, Humas BRIN. Sebuah kegiatan sharing riset dihelat perdana oleh Pusat Riset Geospasial, Organisasi Riset Kebumian dan Maritim, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada Rabu (6/7) secara daring. “
Webinar ini diusulkan oleh kelompok riset yang diketuai oleh Agustya Adi Martha dan diharapkan dapat memberikan pencerahan dan masukan dari Bapak dan Ibu semua,” kata Dr. Susilo, ST., MT selaku Kepala Pusat Riset Geospasial BRIN dalam sambutannya pada webinar “Pemanfaatan Metode Passive Seismic untuk Pemetaan Explorasi Geothermal.”
Dirinya berharap akan ada kerjasama riset atau kerjasama pelayanan terkait dengan kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan geotermal menggunakan passive seismic di Indonesia karena penggunaan pasive seismic sangat tinggi di Indonesia, tidak perlu menunggu adanya gempa atau bencana. Selain itu diharapkan pula dapat membantu penyediaan informasi di Indonesia yang didukung oleh data yang bagus.
“Semoga materi yang akan diberikan oleh kedua narasumber bermanfaat, dapat menambah ilmu pengetahuan kita semua dan memberkan pencerahan dan pemanfaatan pasive seismic geothermal dari sisi geospasialnya,” tutur Susilo.
Narasumber pertama, Agustya Adi Martha menjelaskan tentang Pemanfaatan Metode Passive Seismic untuk Pemetaan Explorasi Geothermal. “Metode passive seismic sebenarnya tidak hanya digunakan untuk geotermal saja tetapi bisa juga digunakan secara umum untuk kebumian dan kebencanaan. Karena itu kita mencoba membuat kelompok riset geospasial dan kebencanaan potensi energi. Pada dasarnya pada kebencanaan baik dari geologi, geofisika dan kebumian tidak hanya tentang gempa bumi tetapi juga tentang angin topan dan lain-lainnya,” jelas Agustya yang merupakan Peneliti Pusat Riset Geospasial BRIN.
Ia juga menjelaskan bahwa dengan metode yang sama bisa dipetakan potensi energi. Misalnya di kebumian untuk pencarian migas dan geotermal. Meteorologi bisa dimanfaatkan untuk pemetaan potensi energi matahari, angin maupun air. Jadi dengan metode yang sama untuk pemetaan bisa diterapkan untuk kepentingan yang berbeda di lokasi yang berbeda pula.
“Sumber noise seismic akan kita manfaatkan untuk pemodelan subservis di bawah permukaan wilayah tertentu. Dalam hal ini wilayah geotermal panas bumi untuk kepentingan energi. Pada dasarnya noise-noise yang direkam seismograf tersebar merata yang direkam oleh dua stasiun, yang berada di dalam lingkup sumber seismik yang koheren. Dimana salah satu stasiun sebagai sumber virtual untuk stasiun lainnya, dan sumber terdekat memiliki kontribusi paling besar dalam estimasi fungsi Green,” terang Agustya.
Selanjutnya Agustya mengatakan, sinyal atau waveform seismic yang terekam pada seismograf berasal dari beberapa sumber, diantaranya: gempa bumi, ground roll dari gelombang laut dan aktivitas manusia yang lebih dikenal sinyal noise periode pendek. Jika jarak stasiun berdekatan maka pola sinyalnya serupa.
“Sinyal seismic yang terekam pada tiap-tiap seismograf mempunyai pola yang identik yang membedakan hanya arrival time/waktu tiba sinyal seismic, dimana waktu tiba ini dipengaruhi oleh jarak sumber dan kondisi struktur antara sumber dan stasiun seismograf,” ujar Agustya.
“Explorasi Passive Seismic digunakan pada geotermal, oil dan gas, kebencanaan dan geoteknik. Ada beberapa metode passive seismic. Hal ini berkaitan dengan biaya eksplorasi, dimana biaya terbesar adalah akuisisi. Karena itu akan lebih baik jika dalam satu kali akuisisi menghasilkan beberapa output. Karena pada dasarnya geofisika itu adalah pendekatan. Semakin banyak pendekatan diharapkan mendekati hasil yang diharapkan dan geofisika untuk seismic penting dilakukan untuk suatu wilayah,” papar Agustya.
Agustya menyebutkan, keunggulan Ambient Noise Tomography (ANT): Pertama adalah metode masif, bisa diterapkan di berbagai lokasi karena ramah lingkungan, kedua akuisisi data lebih singkat dibandingkan dengan tomografi menggunakan gelombang badan, dan yang ketiga adalah penetrasi, bisa dilakukan dangkal atau dalam tergantung target yang diharapkan.
Lebih jauh Agustya menerangkan, output Akuisisi Passive Seismic ada lima yaitu: Mikro Earth Quake (MEQ), VHSR, HVSR, SPAC, dan ANT. Mikro Earth quake (MEQ) biasa digunakan untuk identifikasi patahan lokal dan identifikasi potensi bahaya gempa bumi. Sedangkan VHSR biasa digunakan untuk identifikasi dan pemetaan reservoar. Sementara HVSR biasa digunakan untuk 2D vs dangkal (0 - 500 m), identifikasi caprock, tingkat kekerasan batuan (geotheknik), ketebalan sedimentasi.
Untuk SPAC, Agustya merinci biasa digunakan untuk 1D vs dangkal - dalam (0 - 4000 m), identifikasi keberadaan reservoar, identifikasi keberadaan heat source, referensi model 1D vs dan ANT untuk 3D vs dalam (500 - 4000 m), identifikasi keberadaan reservoar, identifikasi keberadaan heat source, luasan/volume reservoar.
Dari hasil paparan, Agustya memberi kesimpulan bahwa ANT merupakan metode yang efektif dan efisien dalam mencitrakan subsurface kerak bumi. Hasil Pencitraan ANT menunjukkan adanya heterogenitas struktur batuan di daerah penelitian, akuisisi metode ANT dapat diaplikasikan pada semua lapangan, dan akuisisi ANT dapat menghasilkan beberapa output, diantaranya: Mikrozonasiseismic (HVSR), Mikrozonasi Reservoar(VHSR), MEQ, Pencitraan ANT, dan SPAC.
Acara ini turut mengundang narasumber Tavip Dwikorianto, Praktisi Geothermal dari PT. Pertamina dengan judul paparan “Geofisika Eksplorasi Geotermal”, dan dipandu oleh Ir. Hari Soekarno, M. Eng., Perekayasa Pusat Riset Geospasial. (ew/ ed.sl)