• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 314 ) Aug 19, 2022

Pantik Semangat Kolaborasi Melalui Konferensi


Jakarta – Humas BRIN. Perkembangan iklim riset di Indonesia semakin menarik minat para praktisi, akademisi dan pemangku kepentingan lainnya. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memberi mandat bahwa pengembangan bidang iptek dan inovasi harus terus berkembang sesuai dengan koridor masing-masing. Proses hilirisasi manajemen penelitian perlu dikembangkan hingga proses komersialisasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berbasis pengetahuan. Untuk itu, penguatan kapasitas SDM merupakan hal penting agar iptek dapat menjadi basis pengambilan tindakan.

Badan Riset dan Inovasi Nasional dalam upaya mendukung program pemerintah dalam bidang riset dan teknologi, membuka Program Pengembangan Kapasitas SDM melalui Program Pendanaan Pembicara Ilmiah Utama Internasional. Program ini merupakan dukungan kepada sivitas BRIN pada konferensi ilmiah di luar negeri, sebagai insentif bagi sivitas BRIN yang kepakarannya telah diakui secara internasional. Juga sebagai pendorong sivitas lainnya untuk dapat mencapai tingkat kepakaran yang diakui secara internasional.

BRIN Insight Every Friday edisi ke 39 hadir dengan tema The Spirit of Research Collaboration, dengan narasumber Theresia Ningsi Astuti S.E,M.I.Kom, Koordinator Direktorat Penguatan & Kemitraan Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN dan Dr. Edi Kurniawan ST, M.Eng, Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Fotonik BRIN. BRIEF edisi ini menjadi wadah informasi dan dukungan kepada sivitas BRIN yang telah atau akan berkiprah ditingkat internasional.

BRIN sendiri akan melaksanakan konferensi internasional pada tanggal 21-25 November 2022. Pembukaan akan dilaksanakan pada tanggal 21 November 2022 dan kegiatan konferensi sendiri akan dilaksanakan pada tanggal 22-25 November 2022. Ada 15 konferensi yang akan dilaksanakan pada tanggal tersebut. Sebelas konferensi dilakukan secara full online dan empat lagi secara hybrid dengan jumlah peserta yang tentunya terbatas.

Theresia menjelaskan, ada empat tujuan dilaksanakannya konferensi ini. “Yang pertama yaitu sebagai wadah bagi para periset untuk dapat mempresentasikan hasil penelitiannya. Kedua, sarana membangun jaringan di kalangan para periset atau komunitas science. Ketiga, menambah pengalaman dalam mengelola konferensi ilmiah internasional, agar tidak hanya kita sebagai partisipan tetapi kita juga harus mempunyai pengalaman sebagai penyelenggara. Apalagi BRIN sebesar ini tentunya harus mampu mengelola konferensi sendiri, sedangkan kita memiliki sumber daya yang sangat besar. Keempat, saling memperkuat kapasitas SDM diantara para periset sehingga bisa menghasilkan penelitian yang berkualitas tentu saja dengan kolaborasi. Periset yang sudah handal harus bisa membantu rekan-rekan yang lain agar bisa menghasilkan penelitian yang berkualitas,” lanjutnya.

Theresia mengatakan bahwa organisasi riset yang tergabung dalam konferensi internasional 2022 adalah kebumian dan maritim, hayati dan lingkungan, pertanian dan pangan, kesehatan, energi dan manufaktur, nanoteknologi dan informatika, penerbangan dan antariksa dan tenaga nuklir. Harapannya kedepan organisasi riset dibidang ilmu sosial, keagamaan, arkeolog akan bisa bergabung di konferensi ini sehingga gaungnya akan lebih besar lagi.

“Saya ingin membawa misi World Association of Industrial & Technological Research Organization (WAITRO). WAITRO memiliki misi untuk menciptakan ekosistem riset dalam inovasi dan saling berbagi pengalaman. Sivitas BRIN baik periset maupun non periset dapat memanfaatkan program-program yang ada di WAITRO ini,” terang Theresia.

Ia melanjutkan, dari 14 konferensi, data penerimaan paper hingga saat ini sudah lebih dari 2000, ia sangat mengapresiasi kerja keras para panitia konferensi untuk mengundang pemakalah. Langkah selanjutnya adalah panitia harus merivew paper hingga nanti konferensi dan terbit.

Dalam kesempatan yang sama, Edi Kurniawan pada paparannya menjelaskan prosiding cenderung dianggap kurang prestisius jika dibandingkan dengan jurnal. Hal ini dikarenakan proses review yang lebih singkat. “Untuk prosiding konferensinya bisa dibilang hanya perlu 1 ronde review, sedangkan untuk jurnal sendiri proses reviewnya lama bisa dua kali bahkan lebih. Namun hal tersebut berubah ketika konferensi diadakan oleh komunitas yang sudah lama, semisal 30 atau 40. Untuk bisa lolos konferensi semacam ini seleksinya lebih susah,” terangnya.

Edi melanjutkan bahwa dari sisi substansi, prosiding adalah hasil dari riset awal, berbeda dengan jurnal yang hasil risetnya sudah mendalam, lengkap dan banyak hasilnya.

“Memang jurnal terlihat lebih baik dari prosiding, tapi prosiding juga menawarkan kelebihannya. Seperti kesempatan untuk berjejaring. Karena konferensi juga dikumpulkan dengan topik riset yang serupa, kita jadi dapat bertemu dengan periset lain yang melakukan riset setopik dengan kita. Kita juga berkesempatan untuk mendapat umpan balik dari peneliti lain di bidang yang sama,” lanjut Edi.

Tujuan akhir adalah bukan hanya konferensi saja, tetapi publikasi. Masukan peneliti lain yang diperoleh saat konferensi dapat diolah untuk memperbaiki hasil tulisan periset.

“Dari aspek penulisan makalah, prosiding dapat dianggap sebagai latihan awal atau rancangan awal sebelum melakukan publikasi di jurnal. Sebagai periset kita perlu mengenali apa itu penerbit dan pengindeks global, apa makna sesungguhnya dari open access dan close access. Kita harus mencoba perbaiki kualitas riset dan tulisan ilmiah kita maka dampak dan sitasi akan datang dengan sendirinya,“ tutup Edi. (nov/ed. akb)