• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 301 ) Mar 23, 2024

Menjelajahi Makna Ramadhan dalam Memperkuat Filosofi Etika dan Perilaku Periset


Jakarta - Humas BRIN. Berbagai fenomena pelanggaran etika yang banyak terjadi saat ini, menjadi konsen bersama di BRIN. Etika menjadi satu dimensi yang penting, karena etika masih dipandang sebagai sumber kebenaran dan kebaikan. Pengkayaan wawasan telah memberikan orientasi moral bagi periset sehingga menimbulkan penyadaran. Refleksi dari bentuk penyadaran tersebut akan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.


“Ramadhan telah menawarkan panduan hidup, terutama bagi umat muslim. Ramadhan sebagai tujuan syariat telah menjadi landasan dalam mengembangkan prinsip moral. Nilai-nilai moralitas seperti kejujuran, keterbukaan, kebijaksanaan akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat.  Idealisme melalui kesadaran akan etika profesi akan membuahkan respek,” tutur Choirul Fuad Yusuf, Peneliti Utama BRIN sekaligus Anggota Dewan Pakar-PPI dalam kegiatan BRIEF edisi ke-113, Jumat (22/3). 


Lebih lanjut ia memaparkan bahwa secara etimologi, etika (berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos bermakna watak kesusilaan atau juga adat kebiasaan. Umumnya etika berkaitan erat dengan moral yang menjadi kebiasaan seseorang dalam melakukan perbuatan yang baik dan menghindari tindakan yang buruk.


“Ramadhan  sebagai bulan penuh berkah. Memberikan manfaat dunia dengan produk lanjutan di akhirat nanti hasil dari yang telah dilakukan selama di dunia. Tak hanya berbagai manfaat praktis, aspek spiritual juga tumbuh. Secara substantif dengan berpuasa telah diakui banyak memberi manfaat, Melalui berpuasa menjadi pribadi yang bertaqwa,” beber Choirul.


Sementara itu, terkait kode etik dan kode perilaku periset Thomas Djamaludin selaku Majelis Kehormatan Periset - PPI menyampaikan mengenai konteks rambu-rambu bagi organisasi profesi dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 11/2007. Dalam PP tersebut disebutkan kewajiban dalam menyusun kode etik dan kode perilaku profesi. Tujuannya menegakkan harkat, martabat, kehormatan, integritas dan kredibilitas periset


Secara spesifik Thomas menjabarkan berbagai hak dan kewajiban yang harus dipahami oleh periset. Salah satu etika yang berpotensi merugikan dan menimbulkan pelanggaran yakni plagiasi. Sebagai bentuk antisipasi BRIN telah menerbitkan layanan dalam Intra BRIN yang dapat dimanfaatkan guna pengecekan melalui pemeriksaan plagiasi (similarity).


Hal yang juga disoroti agar dipedomani oleh periset yakni adanya pseudoscience, yang diakibatkan terlalu dini menyimpulkan hasil riset dengan data yang juga bias. Selain itu, potensi pelanggaran juga dapat diakibatkan pemborosan sumber daya dan kurang hati-hati selama kegiatan riset di laboratorium atau lapangan. Untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan, BRIN juga telah mengatur dan memberikan kewajiban bagi periset dalam melengkapi klirens etik BRIN.


“Dalam skema pendanaan riset apapun di BRIN dan kolaborasi riset dengan periset dari luar negeri yang dilaksanakan di Indonesia, melibatkan masyarakat dan riset makhluk hidup yang berpotensi bahaya wajib mengisi klirens etik. Sedangkan bagi riset yang sifatnya umum dapat mengisi mandiri dan prosesnya disimpulkan melalui deklarasi,” papar Thomas.


Tak hanya dalam upaya mengungkap fakta dan data, Thomas juga memberikan arahan pentingnya kehati-hatian manakala riset dan publikasi beririsan dengan kepekaan sosial.


“Demi menjaga profesional periset, penting pula menjalankan riset sesuai kompetensinya. Nilai independensi periset juga dijamin  dalam mengungkap data dan  interpretasi hasil riset sesuai kaidah ilmiah,” lanjutnya.


“Menjadi periset adalah sebuah profesi yang penuh tantangan. Melalui kegiatan riset, berbagai hal dapat dieksplorasi menjadi ide penelitian. Periset dituntut memiliki wawasan yang sangat luas agar menghasilkan ide-ide kreatif dan inovatif. Sebagai organisasi profesi, penting bagi periset berpedoman pada perangkat berupa kode etik profesi guna menjaga kehormatan profesi dan sebagai kontrol terjadinya penyimpangan keahlian. Sehingga hal-hal berpotensi melanggar yang berujung kerugian dapat diantisipasi,” tutup Thomas. (MKR/ed. set)