Libatkan Kelompok Fungsi dan Stakeholder, BRIN Siap Untuk Penguasaan Teknologi Aeronautika
Bandung-Humas BRIN. Evaluasi Tim
Keantariksaan pada Tahap I (periode 2016-2020) pada Rencana Induk (Renduk)
Penyelenggaraan Keantariksaan menemukan target teknologi keantariksaan yang
belum tercapai. Salah satunya adalah teknologi aeronautika dimana Indonesia
mengembangkan pesawat penumpang (sipil) yang dapat diproduksi secara masal dan
bernilai komersial yang pemanfaatannya sebagai transportasi udara secara
nasional.
Selain itu, pengembangan
teknologi penerbangan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle) yang
dapat dimanfaatkan untuk banyak kebutuhan nasional, seperti pemantauan lahan
perkebunan, sawah, hutan, dan pemantauan wilayah tertentu yang sulit dijangkau
jika terjadi bencana alam di lokasi tersebut masuk pada target yang belum
tercapai.
Hal tersebut menjadi
agenda diskusi terarah Direktorat Perumusan Kebijakan Riset, Teknologi, dan
Inovasi (PKRTI), Deputi Bidang Kebijakan Riset dan Inovasi (DKRI)-BRIN untuk
melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) Rencana Induk Penyelenggaraan
Keantariksaan 2024-2045 Tentang Teknologi Aeronautika, pada Selasa (11/6) di
Bandung.
Koordinator Pelaksanaan
Fungsi Kajian dan Perumusan Kebijakan Penyelenggaraan Keantariksaan
(KPKPA)-BRIN, Mardianis mengungkapkan FGD dilaksanakan sebagai tahapan
pengumpulan data dan analisis data yang melibatkan kelompok fungsi dan stakeholder
baik litbang TNI Angkatan Udara, akademisi
maupun industri sebagai pendukung dalam penyusunan rekomendasi kebijakan untuk
revisi Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan 2024-2040 pada penguasaan
teknologi aeronautika.
"Penyusunan revisi
tersebut merupakan implementasi dari UU Nomor 21 tahun 2013 tentang
Keantariksaan dan sebagai tindak lanjut adanya evaluasi rencana Induk yang
telah dilakukan," tuturnya.
Dirinya menegaskan, hal
itu untuk menjabarkan target-target kegiatan penyelenggaraan keantariksaan yang
harus dilaksanakan dan dicapai oleh BRIN sebagai Penyelenggara Keantariksaan
dengan berkoordinasi bersama stakeholder baik nasional maupun
internasional. Sehingga pengembangan teknologi
aeronautika nasional tidak hanya dapat dilihat secara teknologi dan riset saja,
namun dapat dilihat
nilai startegis dalam manfaatnya di berbagai bidang
dan nilai komersialnya yang menjadikan Indonesia
menjadi negara mandiri dalam teknologi aeronautika.
Letkol Teknik Dislitbang
TNI Angkatan Udara Yogaswara mengungkapkan, antariksa sebagai lingkungan
strategis harus dibangun dan dipertahankan untuk menciptakan keunggulan
antariksa dengan mengintegrasikan kekuatan antariksa (spacepower)
ke dalam operasi militer untuk menjaga kepentingan nasional. "ini
perlu didukung adanya kemampuan asset
spacepower baik dalam komunikasi, navigasi, pengamatan dan
pemantauan, peringatan deteksi dan penjejak ancaman, serta keamanan siber dan
kecerdasan artifisial dalam fasilitas wahana antariksa termasuk
persenjataan," ucapnya.
Senada,
Wakil Dekan 1 Fakultas Teknik Universitas Nurtanio Yoga Yulasmana menambahkan kelompok
riset yang membidangi teknologi di BRIN sebagai sumberdaya perlu membangun
keunggulan dalam penguasaan teknologi keantariksaan serta merumuskan
tahapan-tahapan membangun teknologi tersebut.
Sementara itu, Dekan
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara-ITB, Tatacipta
Dirgantara mengungkapkan ITB akan
berkolaborasi dengan BRIN untuk mendukung teknologi keantariksaan. “Peran ITB
sebagai lembaga pendidikan, dan BRIN sebagai lembaga penelitian,bersama-sama
akan memfokuskan diri pada pengembangan teknologi dan keantariksaan,” tutupnya.
(sc/ed.
mg)