Kolaborasi dan Dikusi Orbit, Satelit dan Hal Lainnya Terkait Riset Antariksa
Bandung-Humas
BRIN. Penelitian tentang
“Diagnosis Dampak Dinamika Lingkungan Antariksa Terhadap Anomali Sistem
Orientasi dan Orbit Satelit” merupakan penelitian yang menjelaskan bagaimana
lingkungan antariksa dan sumber gangguannya yang berupa perubahan komposisi
ionosfer, badai magnet, dan fluktuasi
medan magnet.
Satelit yang ditempatkan di antariksa memiliki
orbit tertentu. Stabilitas orbit sebuah satelit ditentukan oleh gaya drag
atmosfer yang dialami oleh satelit tersebut. Lingkungan antariksa bersifat
dinamis dan mengakibatkan fluktuasi koefisien drag atmosphere yang
selanjutnya mempengaruhi orbit satelit. Hal tersebut disampaikan oleh Laode
Musafar Kilowasid dalam program LINEAR, Jumat (17/2).
Program LINEAR (Kolokium Mingguan Riset Antariksa), merupakan program baru di tahun
2023 di mana diharapkan bisa menjadi wadah diskusi dan kolaborasi, baik
internal Pusat Riset Antariksa maupun dengan semua yang bergiat dalam riset
antariksa.
Laode juga mengungkapkan data yang akan digunakan
pada penelitian ini dari data satelit LAPAN-A3, satelit LAPAN-A2, satelit
lainnya pada orbit LEO, indeks geomagnet, angin surya dan data magnetometer
permukaan bumi. Sedangkan model yang akan dipakai yaitu model IGRF, Tsyganenko,
IRI, dan Nrmlsise.
Selanjutnya Suraina memaparkan proposal
penelitiannya terkait “Analisis Depresi foF2 Saat Badai Geomagnet dan Gerhana
Matahari.” Analisis ini menjelaskan seberapa besar terjadinya penurunan intensitas
radiasi matahari saat badai geomagnet dan gerhana matahari berlangsung. Lapisan ionosfer dan badai geomanget
berpengaruh pada penelitian tersebut.
Lapisan ionosfer merupakan bagian dari atmosfer
Bumi yang disusun berdasarkan kerapatan plasma. Radiasi matahari menjadi sumber
energi utama untuk fotoionisasi dalam pembentukan plasma. Perubahan intensitas
radiasi matahari dapat menyebabkan perubahan kerapatan plasma di lapisan
ionosfer.
Rekombinasi antara molekul netral dengan molekul
bermuatan juga dapat menyebabkan perubahan kerapatan plasma. Pada siang hari
terjadi peningkatan kerapatan plasma secara eksponensial, kerapatan plasma
paling tinggi terjadi pada lapisan F ionosfer. Lapisan F2 ionosfer merupakan
unsur terpenting dalam keberhasilan komunikasi radio. Hal inilah yang
melatarbelakangi penelitian ini.
“Selain itu, saat gerhana matahari berlangsung,
terjadi penurunan intensitas radiasi matahari. Intensitas radiasi matahari yang
sampai ke lapisan ionosfer sebanding dengan laju ionosasi dan berpengaruh
terhadap kerapatan plasma,” ujar Suraina.
“Riset atau penelitian ini mengambil data dari
berbagai sumber yaitu data pengamatan ionosonda di stasiun Pontianak, Biak,
Pameungpeuk, Sumedang, Kupang dan Kototabang dari tahun 2010 s.d 2022, data gerhana
matahari dan badai geomagnet dari website/laman khusus,” ucap Suraina.
Pada pertemuan LINEAR ini Kepala Pusat Riset
Antariksa berharap para peneliti atau sivitas Pusat Riset Antariksa yang hadir
dapat berdiskusi sehingga memperoleh tips dan trik untuk bisa mengikuti jejak
melanjutkan kuliah lebih lanjut dengan skema DbR (Degree by Research) di
sambutan awal. (cw, ed: kg)