Jakarta: Kini, Dulu, dan Nanti
Jakarta - Humas BRIN, Memeriahkan
HUT ke-495 Kota Jakarta, BRIN melalui BRIN Dialogue in IG Live (BRIDGE) kembali
hadir untuk mengungkap berbagai fakta menarik mengenai kota Jakarta, budaya
serta masyarakat asli kota Jakarta. BRIDGE kali ini mengundang Halimatusa’diah,
M.Si seorang peneliti Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN untuk berdialog
ringan dan berbagi pengetahuan mengenai Kota Jakarta dari sudut pandang seorang
periset dengan mengusung tema “Jakarta: Dulu, Kini dan Nanti.”
Jakarta sebagai
Ibu kota dan pusat perekonomian tentunya tidak pernah lepas dari berbagai paparan
informasi seperti isu, bahasan politik serta hal lain yang meredam informasi
mengenai sejarah awal mula terbentuknya Jakarta hingga identitas asli masyarakat
Jakarta yaitu suku Betawi.
Halima
menjelaskan, untuk mengetahui seseorang adalah masyarakat asli suku Betawi
dapat melalui beberapa pendekatan yaitu pendekatan lokal, agama, keturunan dan
bahasa. Pada pendekatan lokal, masyarakat yang termasuk asli suku Betawi adalah
masyarakat yang telah tinggal lama di kota yang dulu bernama Batavia ini.
“Kemudian,
pendekatan yang biasa dikaji dan dilakukan adalah melalui garis keturunan,
serta dialek dan bahasa yang digunakan oleh masyarakat tersebut untuk
menentukan bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakan asli Jakarta,” tutur
Halima.
Periset
yang merupakan asli keturunan suku Betawi ini juga menjelaskan bahwa masyarakat
suku Betawi memiliki sifat yang terbuka, egaliter dan menerima. Pada kajian
yang sudah ada, sifat ini terbentuk melalui berbagai faktor, salah satunya
adalah Jakarta yang sejak dulu kala merupakan pusat ekonomi sehingga menjadi
tempat datang dan pergi masyarakat dengan berbagai suku dan budaya.
Selain
memiliki bahasa dan dialeknya, masyarakat asli suku Betawi juga memiliki simbol
yang berkaitan erat dengan budaya Betawi serta kearifan lokalnya yaitu
Ondel-ondel. Halima menjelaskan bahwa simbol yang menjadi ikon dan maskot di
kota Jakarta ini memiliki sejarah yaitu sebagai media yang dipercaya masyarakat
suku Betawi untuk menjauhkan musibah dan menolak bencana.
“Ondel-ondel
yang biasa kita lihat di Jakarta sudah berubah bentuknya agar lebih dapat
diterima masyarakat saat ini. Rupa dari Ondel-ondel kalau sekarang sudah ada
yang berpendapat seram dan bahkan takut, justru dulu lebih seram karena memang tujuan
awalnya adalah untuk menakuti bencana atau musibah yang datang,” jelas Halima.
Kini
Jakarta menjadi kota yang lebih besar dari sebelumnya. Berbagai kolaborasi suku
dan budaya, multikultural dan multietnis telah memberikan warna baru bagi Kota
Jakarta.
Selain
melakukan riset, Halima beserta rekan-rekannya juga membangun wadah khusus
untuk meningkatkan pengetahuan tentang budaya Betawi sekaligus melestarikanya
agar tetap terjaga eksistensinya. “Untuk masyarakat Jakarta, yuk kembali dalami
pengetahuan mengenai identitas asli diri kita dan budaya kita sebagai
masyarakat asli Jakarta. Jangan sampai di masa depan justru kita tidak mengetahui
mengenai budaya leluhur kita. Jaga dan lestarikan,” ungkap Halima menutup
kegiatan BRIDGE kali ini. (rts / ed: pur)