Gerhana Matahari Hibrida, Momen Tingkatkan Atensi Pengetahuan
Jakarta
– Humas BRIN. Fenomena Gerhana Matahari Hibrida
adalah perpaduan dari Gerhana Matahari Total dan Gerhana Matahari Cincin atau
dalam kata lain, ketika dalam satu waktu fenomena Gerhana ada daerah yang
mengalami Gerhana Matahari Total dan ada pula yang mengalami Gerhana Matahari Cincin
(tergantung dari lokasi pengamat). Fenomena Gerhana Matahari Hibrida menjadi fenomena
spesial dikarenakan fenomena tersebut sangat langka dan jarang terjadi. Gerhana
Matahari Hibrida ini diperkirakan akan terjadi pada tanggal 20 April 2023
mendatang.
Dosen
Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) Premana W. Premadi mengatakan bahwa
Gerhana Matahari ini sebagian besar akan melintasi laut, hanya sedikit wilayah
darat yang akan dilintasi. “Jadi wilayah darat pertama yang akan dilewati
adalah Pulau Kisar, pulau kecil sekali di Provinsi Maluku, Kabupaten Maluku
Barat Daya,” ujar Premana dalam Gelar Wicara Gerhana Matahari Hibrida (6/4)
yang diselenggarakan oleh Planetarium Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Lintasan
Gerhana Matahari tidak pernah sama, tidak pernah berulang persis. Bahkan
disebut satu tempat akan bisa menikmati Gerhana Matahari Total 300 tahun lagi. Di
Indonesia sendiri pernah terjadi Gerhana Matahari Total pada bulan Maret 2016. Sedangkan
untuk Gerhana Matahari total berikutnya yang melewati Indonesia masih pada
tahun 2042. Kombinasi yang akan melintas berupa Gerhana Matahari Hibrida besok
akan menjadi kesempatan yang sangat langka, terang Premana.
“Peristiwa
Gerhana Matahari Total dapat dijelaskan dengan relatif sederhana. Pada umumnya
mudah sekali orang memahami, Gerhana Matahari juga bisa diprediksi dengan
sangat akurat, karena bisa diprediksi dengan sangat akurat, akhirnya masyarakat
bisa percaya dengan sains, percaya pada kemampuan rasional yang diperoleh dari
pengalaman-pengalaman melihat alam secara saintifik. Saya optimis kalau Gerhana
kali ini bisa dipahami dan bisa disambut lebih meriah,” ujar Premana lebih lanjut.
Hadir
dalam kesempatan yang sama, Emanuel Sungging Mumpuni, Kepala Pusat Riset
Antariksa BRIN, berharap melalui fenomena ini kedepannya atensi masyarakat
terkait fenomena Antariksa terutama generasi muda akan terus meningkat. “Fenomena
ini diharapkan memantik keingintahuan anak-anak muda untuk melakukan riset. Karena
keingintahuan inilah yang bisa menjadi pendorong agar kita bisa semakin maju
melalui munculnya anak-anak muda yang punya keingintahuan dan ingin nimbrung
melakukan pengetahuan fenomena,” jelasnya.
“Gerhana
Matahari Hibrida adalah salah satu bukti yang menunjukkan bahwa bumi itu
bulat. Ketika matahari tertutupi bulan sehingga membayangi bumi dan ia jatuh
pada fokus yang tepat makan akan tercipta gerhana total tapi ketika bergeser
sedikit sehingga tidak jatuh pada fokus yang tepat, maka akan akan membentuk
suatu fenomena gerhana cincin. Jadi 2 fenomena itu bisa terjadi pada 1 fenomena
yang lain disuatu wilayah di bumi. Di satu titik akan terlihat gerhana matahari
cincin tetapi di wilayah lain seperti di Indonesia gerhana matahari total, jadi
itulah kenapa fenomena tersebut disebut gerhana matahari hibrida,” ujar
Sungging lebih lanjut.
Lebib
lanjut Sungging menjelaskan matahari mempunyai pengaruh besar terhadap
kehidupan. Dengan demikian, adanya fenomena antariksa ini dapat memberikan
dampak kembali kepada masyarakat dengan melakukan kolaborasi pada periset
lintas ilmu, tidak hanya riset eksakta tapi juga sosial, karena nantinya hasil
yang didapat akan digunakan untuk kita semua.
Sungging
berharap, lewat fenomena ini tidak hanya meningkatkan antusias masyarakat untuk
melihat fenomena astronomi ini saja, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan
ketertarikan masyarakat terhadap riset Antariksa terutama bagi generasi muda
untuk belajar mengenai ilmu astronomi, sehingga hal ini tentunya dapat
mendongkrak pertumbuhan dan kemajuan riset astronomi di Indonesia menjadi lebih
baik lagi, tutupnya. (nat/ed. Akb)