• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 504 ) Aug 5, 2022

Fenomena Fasion Week Dalam Kacamata Peneliti Budaya


Jakarta -Humas BRIN, Fenomena Citayam Fashion Week  berawal dari para remaja yang berkumpul di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Hanya untuk sekadar mencari hiburan dengan mengenakan fashion atau outfit yang nyentrik dengan konsep catwalk ala model profesional untuk memenuhi kebutuhan konten di sosial media mereka.


Kenapa nama Citayam Fashion Week ini muncul? Alasannya karena remaja yang mendominasi di sana adalah asli dari Citayam, sedangkan Fashion Week sendiri terinspirasi dari gaya unik, layaknya seperti sedang berada di acara fashion show, BRIEF (BRIN Insight Every Friday) edisi Jumat (5/8) kali ini mengangkat tema seputar "Fenomena Fasion Week Dalam Kacamata Peneliti BRIN".


Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Masyarakat dan Budaya Badan Riset dan Inovasi Nasional, Henny Warsilah mengatakan bahwa Kegiatan para remaja ini hanya ingin tampil beda, dengan cara berdandan seadanya dan berpakaian berbiaya murah. " Beda" yang disajikan disini adalah remaja yang mengusung nilai-nilai kreativitas yang bisa menghasilkan nilai tambah ekonomi dan menjadikan para remaja ini terkenal, Karena banyak diendors oleh para pelaku ekonomi urban, serta menjadi bintang tamu untuk beberapa acara Talk Show di TV, Pod Cast, dan media lainnya, Terlepas dari pro dan kontra, kreativitas para remaja patut diapresiasi, bahkan perlu diwadahi dan difasilitasi.


Henny juga menambahkan Sebelum Citayam Fashion Week dikenal secara luas, Kegiatan Fashion Show ala Harajuku Di Jepang telah booming di media massa Jepang dan Manca Negara. Gaya Harajuku juga adalah sebuah 

subkultur Urban. Diawali, oleh kebiasaan anak muda Jepang mejeng di bagian luar Stasiun Shibuya yang letaknya tak jauh dari 

kawasan Harajuku, Tokyo. Para remaja Jepang ini, sengaja tampil di pusat keramaian dengan tujuan berekspresi agar dilihat banyak orang, Meski pada awalnya dianggap ‘Nyeleneh’ berlawanan dengan kultur epang yang cenderung tertutup, ujarnya.


Di Indonesia sendiri telah sejak lama dikenal 

secara International dan Nasional dengan kegiatan Banyuwangi Festival “B-Fest” yang telah menjadi “ikon atraksi pariwisata”.Cikal bakal B-Fest diawali dari ide Abdullah Azwar Anas, bupati Banyuwangi, yang pada 2011 menggelar tiga atraksi wisata besar dalam rangkaian Hari Jadi Banyuwangi, Melalui event parawisata: Gandrung Sewu, Banyuwangi Ethno Carnival, dan Banyuwangi Jazz Festival. Fesvital B-Fes melibatkan masyarakat secara luas sehingga semakin semarak dan diminati sehingga berhasilm endongkrak parawisata dan pemasukan ekonomi masyarakat, dan menjadi kalender wisata tahunan pertama yang disusun kabupaten/kota se-Indonesia secara terperinci dan terintegrasi, jelas Henny.


Lebih lanjut Henny mengatakan Saat ini Citayam Fashion Week telah mampu menginspirasi kegiatan urban sub culture di berbagai kota besar lainnya, misal Yogyakarta, Bandung dan Madiun Surabaya. Memiliki unsur positif yakni melahirkan beragam kreativitas dan inovasi sosial serta smart ekonomi, Seyogianya Pemda dan Pemkot DKI Jakarta dan Kota-kota lainnya meniru apa yang dilakukan Pemda dan Pemkab Banyuwangi, Dengan cara menyiapkan kalender even Fesvital Kota 

sehingga dapat memberi nilai tambah dan mampu meningkatkan nilai ekonomi kota. Untuk menghindari serbuan aspek negatif, seperti mengganggu pengguna jalan, parkir liar, dan bentuk kejahatan kota yang akan mengikuti kegiatan ini maka penting Pemda untuk mengaturnya Kewajiban Pemda untuk mengelola kegiatan para remaja ini sehingga dapat menghasilkan nilai tambah dan menjadi suatu bentuk inovasi baru yang dibutuhkan kota bagi pengembangan budaya dan ekonomi kota.


Fenomena nongkrong dan fashion week ini jika dibedah dari Kaca mata ilmuwan sosial, dapat dianalisis mulai dari suksesnya pengembangan Ibu Kota Jakarta menjadi Smart City dengan berbagai kemudahan fasilitas transportasi modern (Bus Way,MRT, Kereta Ulang Alik dll), Ketersediaan Gedung Pertokoan dan Mall yang besar dan bersih dengan beragam kuliner dan disediakannya 

beragam pakaian modis bagi kebutuhan ABG), smart healthy pada masa pandemi tetap diterapkan protokol kesehatan dengan tetap wajib bermasker, wajib vaksin di era pandemi ini, ungkap Henny.


Smart City di Ibu Kota Jakarta memiliki tujuan untuk menjaga equity (ekuitas atau persamaan kepemilikan atas kota), memelihara sense of community, dan mendorong urbanity sehingga menjadi magnet bagi banyak orang karena ternyata ibu kota itu juga menjadi kota yang ramah untuk semua orang, adanya pemerataan pembangunan, dengan tetap memelihara rasa kebersamaan, dan mendorong  urbanitas. Ibu Kota Jakarta telah menjadi kota global dan telah menjadi magnet bagi banyak orang tak terkecuali pendatang dari Manca Negara terutama dengan diadakan event event bertaraf internasional. 


Disini peranan BRIN menjadi penting untuk memberikan literasi khususnya dalam penggunaan teknolog idigital & transformasi sosial seperti penggunaan media sosial, penggunaan teknologi digital dengan cara bermedsos secara positif sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi generasi mereka supaya tidak tersangkut konten konten negatif, saling bully, serta bagaimana BRIN dapat andil ikut memberikan masukan kebijakan-kebijakan tata kelola khususnya kota Jakarta sebagai kota smart city, jelasnya.


Henny berharap pemerintah dengan bijak ikut serta mendukung secara positif kreatifitas anak-anak remaja melalui fenomena fasion week ini dengan memberi ruang untuk berkreasi, fokus untuk menjaga keberlangsungan pekerja seni, pegiat seni, melestarikan, memanfaatkan, dan mengembangkan seni budaya. (cj)