BRIN Percepat Proses Adaptasi ke Sistem yang Baru
Jakarta, Humas BRIN. BRIN terus berkembang untuk membangun sistem organisasi yang lebih efisien. Civitas BRIN harus mampu untuk beradaptasi secara cepat terhadap system baru yang mulai di terapkan di BRIN.
“Salah satu yang menjadi masalah saat ini adalah adanya proses SPPD di beberapa Pengelola DIPA masih menjadi masalah karena adanya adaptasi ke sistem keuangan tersentral,” jelas Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko. Hal ini ia sampaikan dalam Apel Pagi BRIN secara virtual yang diikuti oleh seluruh sivitas BRIN melalui zoom dan youtube pada Senin (28/11).
Lebih lanjut Handoko menyampaikan bahwa adanya masalah proses SPPD di beberapa pengelola DIPA dikarenakan adanya keterlambatan pertanggungjawaban rampung dari pelaksanaan sebelumnya yang hal ini berakibat pada pelaksanaan berikutnya. Sebaiknya perencanaan perjalanan harus dilakukan dengan baik, sehingga jika perencanaan tersebut mendadak maka akan diberlakukan reimbursed.
“Sebenarnya masalah yang umum sering terjadi lebih pada adanya kedisiplinan dan kesegeraan dari pelaksana pertanggungjawab perjalanan, terkadang juga adanya pengeluaran yang tidak sesuai dengan MAK dan/atau melampaui SBM juga yang perlu diperhatikan terlalu banyaknya dalam satu periode waktu,” jelas Handoko. Untuk itu saat ini terus dilakukan perbaikan. Salah satunya adalah RIIM PEE (Perjalanan Expedisi Explorasi) pada tahu 2023 sudah dapat dikontrakkan ke OR (RPL) sehingga tidak perlu dikelola terpusat di DFRI. Yang lebih penting adalah perlu dilakukan perencanaan perjalanan sedini mungkin jangan sampai semuanya dilakukan diakhir tahun.
Pada kesempatan tersebut Handoko juga menegaskan terkait keluaran riset sebagai hak dari pelaksana riil aktifitas riset. “Dalam hal ini tidak boleh ada pelaksana yang dihilangkan authorshipnya dan sebaliknya tidak boleh ada yang mendapat authorship tanpa hak. Ini merupakan etika periset yang paling dasar,” tegas Handoko.
Menurut Handoko pimpinan di setiap level harus bertanggung jawab atas manajemen riset di unitnya, dan untuk itu sudah cukup mendapatkan kompensasi dalam bentuk Tunjangan Kinerja yang berbeda. Tugas manajerial tidak memberikan hak atas authorship kecuali memang memiliki kontribusi riil dalam aktivitas riset terkait.
”Pelanggaran etika semacam ini harus segera dilaporkan untuk itu BRIN akan memproses dan mengirimkannya ke Komisi Etik Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) sebagai organisasi profesi yang telah di tetapkan untuk JF Perekayasa /Peneliti/API/KKH/ADI/PTN/Penata Penerbitan Ilmiah/Analis Perkebunrayaan/Pranata Nuklir/Litkayasa/Tehnisi Perkebunrayaan. Terkait hal tersebut BRIN telah membentuk MK PNS untuk memproses berbasis pada hasil rekomendasi Komisi Etik PPI.
Terkait dengan penetapan homebased unit dan sivitas, Handoko menyampaikan bahwa saat ini telah dilansir SK Kepala BRIN untuk penetapan kantor asal setiap unit (Sestama, Deputi, Irtama, OR, PR, Pusat dan Biro).
“Ada 7 jenis Kawasan KA(Kawasan Administrasi), KST (Kawasan Sains dan Teknologi), KS (Kawasan Sains), KSP (Kawasan Sains dan Pendidikan), KKI (Kawasan Konservasi Ilmiah), KSL (Kawasan Stasiun Lapangan), dan KKB (Kawasan Kerja Bersama). Selain itu juga ditetapkan KKE (Kawasan Kemitraan Eksternal) dan KKP (Kawasan Perumahan Pegawai),” sambungnya.
Seluruh lokasi di 7
kawasan dan KKE dilengkapi dengan CWS (Co Working Space). Hanya lokasi
yang dilengkapi CWS yang secara resmi (legal/administrasi) diakui sebagai
alamat kantor BRIN dan dapat dipilih sebagai kantor asal pegawai. “Terkait
dengan SK Kepala BRIN diatas, SK ini menjadi basis penetapan titik awal
keberangkatan terkait perjalanan dinas dari sivitas. Sivitas dipersilakan
memilih salah satu dari lokasi yang dilengkapi dengan CWS BRIN yang telah
disampaikan diatas,” tegas Handoko. (Rdn)