
BRIN Gelar Pelatihan Analisis Zat Berbahaya untuk Mahasiswa STIN
Bandung – Humas BRIN. Di era di mana ancaman kimia dan radioaktif menjadi tantangan serius, kesiapan intelijen menjadi kunci utama. Untuk memperkuat kompetensi di bidang ini, Direktorat Pengembangan Kompetensi (DPK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 10 mahasiswa Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) dari jurusan Magister Terapan Intelijen Medik (MTIM) mengikuti Pelatihan Analisis Zat Kimia Berbahaya dan Zat Radioaktif pada Senin (10/02) hingga Jumat (14/02).
Pelatihan ini merupakan bagian dari implementasi fungsi Direktorat Pengembangan Kompetensi (DPK) BRIN, yaitu mengembangkan program dan kerja sama dalam peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Materi pelatihan mencakup analisis zat kimia berbahaya dan zat radioaktif dengan memanfaatkan teknik nuklir serta aplikasinya di bidang medis, kesehatan, dan lingkungan. Selain itu, peserta juga melakukan praktikum di laboratorium BRIN dan di fasilitas kedokteran nuklir RSHS untuk lebih memahami teknik nuklir dan aplikasinya secara langsung.
Fasilitator pelatihan berasal dari berbagai unit di BRIN, termasuk Direktorat Penguatan dan Kemitraan Infrastruktur Riset dan Inovasi, Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran, Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri; Pusat Riset Teknologi Keselamatan, Metrologi, dan Mutu; serta Pusat Riset Teknologi Analisis Berkas Nuklir. Selain itu, tim dari Kedokteran Nuklir RSHS juga turut serta dalam pelatihan ini.
Muhayatun, Peneliti Ahli Utama dari Pusat Riset Teknologi Analisis Berkas Nuklir BRIN, yang bertindak sebagai pengarah praktikum, menyampaikan harapannya agar peserta dapat memanfaatkan pelatihan ini dengan baik. "BRIN Bandung merupakan pusat ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir di Indonesia. Kami berharap peserta dapat memahami analisis zat kimia berbahaya dan zat radioaktif serta menyadari nilai strategis iptek nuklir bagi bangsa dan negara," ujarnya.
Selain itu, Prabandini Wardani, dokter Ahli Muda dari Direktorat Penguatan dan Kemitraan Infrastruktur Riset dan Inovasi, memberikan materi tentang penanganan medis dalam kedaruratan nuklir. "Penting bagi peserta untuk memahami penanganan medis dalam situasi darurat radiasi, karena terdapat risiko kesehatan spesifik yang memerlukan penanganan khusus, seperti efek paparan radiasi atau kontaminasi zat radioaktif," jelasnya.
Pelatihan ini diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi peserta dan memperkuat kerja sama antara BRIN dan STIN dalam pengembangan kompetensi di bidang teknologi nuklir.
Satriani Aga Pasma, Ketua Program Studi MTIM STIN, menjelaskan bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi dan bentuk kerja sama antara BRIN dan STIN. "Kegiatan ini telah berjalan rutin, terutama dalam aspek pengajaran dan penelitian. Mahasiswa melakukan praktikum setelah mendapatkan teori di kelas, dengan tenaga pengajar yang merupakan peneliti BRIN," ujarnya.
Melalui pelatihan ini, mahasiswa mendapatkan wawasan dan pengalaman tentang analisis zat kimia berbahaya dan zat radioaktif, penggunaan metode X-Ray Fluoresens (XRF) dan Analisis Aktivasi Neutron (AAN), penanganan medis dalam kedaruratan nuklir, pembuatan radiofarmaka, serta pemanfaatannya dalam kedokteran nuklir. Selain itu, peserta juga mempelajari pencarian sumber hilang, identifikasi radionuklida, keamanan fasilitas dan bahan nuklir, serta radioekologi.
Satriani menambahkan bahwa Laboratorium BRIN Bandung dan fasilitas kedokteran nuklir Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) merupakan tempat yang ideal untuk pelatihan ini karena dilengkapi dengan reaktor dan laboratorium yang relevan dengan mata kuliah Analisis Zat Kimia Berbahaya dan Zat Radioaktif. "Pelatihan ini sudah memasuki tahun keempat, dan kami berharap kerja sama ini dapat terus berlanjut untuk saling memberikan manfaat antarlembaga," tuturnya. (kpv, sc/ed:esw/akb)