• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 754 ) May 24, 2022

BRIN Gelar Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca Untuk Pencegahan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi


Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menggelar Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Pelaksanaan operasi TMC di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi ini merupakan tindaklanjut arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Rapat Koordinasi Teknis Pengendalian Karhutla dan Antisipasi Musim Kemarau Tahun 2022 yang diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 2022. Salah satu poin yang digaris-bawahi dalam rapat tersebut yaitu perlunya segera dilakukan upaya pembasahan lahan gambut dengan memanfaatkan TMC di sejumlah wilayah provinsi rawan karhutla seperti Riau, Sumatera Selatan dan Jambi. 


Secara historis, Provinsi Riau, Sumatera Selatan dan Jambi merupakan provinsi rawan bencana karhutla untuk wilayah Pulau Sumatera karena memiliki sebaran gambut dan jumlah hotspot terbanyak dibandingkan provinsi lain pada periode bencana karhutla. Berdasarkan data historis tahun 2012-2021 dan data aktual Januari hingga Mei 2022, wilayah rawan karhutla di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi secara bertahap mengalami penurunan curah hujan yang pada gilirannya dapat memicu kemudahan terjadinya kebakaran pada periode musim kemarau di wilayah tersebut. Pembasahan melalui TMC bertujuan untuk mengurangi potensi tersebut di atas.


Pelaksanaan operasi TMC untuk wilayah Sumatera Selatan dan Jambi secara resmi dimulai pada tanggal 23 Mei 2022 yang ditandai dengan serimonial pembukaan dari Pos Komando (Posko) Operasi TMC Lanud Sri Mulyono Herlambang Palembang, yang juga diikuti oleh berbagai stakeholder secara daring. Dalam kegiatan TMC ini, BRIN juga menempatkan 2 Pos Meteorologi (Posmet) masing-masing di wilayah Sekayu dan Indralaya untuk memberikan laporan data cuaca, visual pertumbuhan awan dan kondisi lapangan setiap jamnya ke Posko untuk dianalisis dalam menentukan strategi penyemaian awan setiap harinya.


Menurut Plt. Direktur Penguatan dan Kemitraan, Infrastruktur Riset dan Inovasi – BRIN, pelaksanaan TMC di Sumatera Selatan dan Jambi rencananya akan berlangsung selama 15 hari dengan berbagai stakeholders terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang didukung juga oleh mitra dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yaitu PT Wirakarya Sakti (PT WKS). Selain itu kegiatan operasi TMC kali ini juga mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak antara lain Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI-AU Skadron 4 Malang, Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Sri Mulyono Herlambang, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, Pemprov Jambi, BPBD Sumsel, BPBD Jambi, dan juga Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).



Sementara itu Kepala Pelaksana BPBD Sumatera Selatan, H. Iriansyah pada sambutannya menegaskan kembali pentingnya upaya pencegahan karhutla, dengan mengutip arahan Presiden bahwa, “Salah satu upaya pencegahan karhutla adalah dengan melakukan upaya pembasahan lahan secara dini, sebagaimana arahan Presiden RI yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 mengenai pencegahan Karhutla. Dan sesuai fungsinya TMC sangat dibutuhkan terkait upaya tersebut. Berdasarkan data terbaru, pada bulan Mei 2022 sudah ada 316 titik hotspot, mengalami kenaikan di bulan yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 139 titik hotspot. Hal ini merupakan sinyal kenaikan titik hotspot yang harus diwaspadai pada bulan Mei-Juni-Juli dan puncaknya pada bulan Agustus-September.”



Ferdian Kristanto, Kepala Balai Perubahan Pengendalian Iklim Kebakaran Hutan, menambahkan bahwa “Luasan karhutla di Sumatera Selatan mengalami peningkatan dibandingkan data 2 tahun sebelumnya. Dimana pada periode Januari – April 2021 luas kebakaran sekitar 16 hektar dan pada Januari – April 2022 meningkat menjadi 240 hektar dengan sebaran kebakaran terbanyak ada di Musi Banyuasin, OKI, OI, dan PALI. Diharapkan dengan kolaborasi KLHK, BRIN, TNI, dan mitra lain dapat mensukseskan kegiatan TMC kali ini sehingga upaya pencegahan berhasil sebagaimana upaya sebelumnya pada April lalu KLHK dan RAPP sudah melaksanakan TMC di wilayah Riau selama 15 hari dengan hasil peningkatan 15% curah hujan.”


Sementara itu, Desindra selaku Kepala BMKG Sumatera Selatan, menyampaikan bahwa “Sumatera Selatan akan memasuki awal musim kemarau pada Mei dasarian 3 hingga Juni dasarian 2, dan puncaknya pada bulan Juli dan September. Mengingat musim kemarau masih akan berlangsung hingga tiga bulan ke depan, kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan tetap diperlukan. Terpantau dari stasiun klimatologi, curah hujan menunjukkan korelasi tinggi kurang dari 50 mm. pada kondisi global terpantau La Nina masih aktif menyebabkan peningkatan curah hujan dan suhu muka laut equator bagian tengah masih dingin. Hal ini dapat menguntungkan operasi TMC karena bahan baku pembentukan awan masih akan ada.”


Pada sambutan lain, Sekjen Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Purwadi Suprihanto, menyampaikan harapannya pada kegiatan TMC karhutla Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi kali ini, dapat mendorong upaya penurunan emisi dalam rangka pencapaian Indonesia FLOU Net Sink 2030. Upaya pencegahan karhutla memiki nilai strategis karena bagian dari tata kelola restorasi gambut, diharapkan emisi tahunan dalam rangka menuju Indonesia FLOU Net Sink 2030 akan bergerak progresif. Agus wahyudi (DIrektur PT Wirakarya Sakti) menambahkan, “Sinarmas dan para mitra akan selalu berkomitmen untuk melakukan upaya pencegahan karhutla baik di dalam maupun di luar wilayah kerja, dan diharapkan tahun ini Sumsel dan Jambi bisa terhindar dari karhutla”.


Sebagai penutup, Direktur Penguatan dan Kemitraan Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN, Salim Mustofa, menyampaikan “TMC merupakan salah satu teknologi alternatif yang diandalkan untuk mengatasi karhutla di berbagai daerah di Indonesia. Wilayah Sumatera khurusnya Sumatera Selatan dan Jambi merupakan daerah yang rawan terjadi bencana kabut asap akibat kebakaran hutan. Dibandingkan dengan bencana hidrometeorologi lainnya, bencana karhutla perlu mencapatkan perhatian khusu dari Pemerintah karena sifatnya berulang, berlangsung dalam periode yang cukup panjang, dan menyebabkan kerugian dalam skala besar dan luas. Operasi TMC pada 2 tahun terakhir dinilai cukup berhasil menekan jumlah hotspot maka diperlukan upaya yang sama pada tahun ini. Diharapkan dengan pencegahan karhutla, penyebaran asap lintas negara dapat dicegah dan dapat menekan laju pemanasan global.” (rp)