BRIN Gelar Capacity Building Training dan Dissemination Workshop terkait Mitigasi Cuaca Ekstrem
Tangerang Selatan - Humas BRIN. Perubahan iklim telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi lingkungan hidup. Terjadinya bencana alam ekstrem, seperti banjir bandang, kekeringan ekstrem, peningkatan tinggi air laut di daerah pesisir pantai (banjir rob), peningkatkan temperature yang ekstrim, dan lain sebagainya diyakini sebagai dampak/fenomena dari terjadinya perubahan iklim.
Fenomena ini tentunya harus diantisipasi dan diminimalisir, mengingat bahwa sumber dari terjadinya perubahan iklim adalah bersifat global, sehingga memerlukan kontribusi dari berbagai pihak, bangsa dan negara. Untuk itu, diperlukan kesadaran dan kerjasama dari berbagai pihak, dan idealnya kesepakatan Bersama tersebut dapat dituangkan dalam suatu rencana aksi (Climate Action Plan). Dalam membuat rencana aksi, diperlukan prtisipasi dari berbagai pihak untuk menyampaikan data dan informasi, untuk dianalisa lebih lanjut serta dikorelasikan Bersama untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi (PR KKE), Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) bekerja sama dengan beberapa universitas di Asia Tenggara untuk mengidentifikasi apakah kebijakan dan rencana mitigasi cuaca ekstrem di kota-kota Asia Tenggara telah cukup memadai.
Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari riset bertajuk “Are City Climate (CC) plans adequate for mitigating weather extremes? An investigation of Southeast Asian Cities”. Salah satu rangkaian kegiatannya adalah Capacity Building Training (CBT) dan Dissemination Workshop yang dilaksanakan pada 13 Februari 2024 di Gedung 620, KST B.J. Habibie.
CBT menghadirkan dua narasumber, yaitu Kamrul Hassan dari Murdoch University dan Ashraf Dewan dari Curtin University, serta mengundang berbagai stakeholder terkait seperti KLHK, BMKG, Kementerian PUPR, PPDI, Pemprov DKI Jakarta, dan perwakilan masyarakat.
Cuk Supriyadi Ali Nandar, Kepala PR KKE, menjelaskan bahwa kegiatan riset ini sejalan dengan rencana Pemerintah Indonesia untuk mengidentifikasi fenomena perubahan iklim dan melakukan mitigasi. “Riset dimulai di sektor wilayah kota. Untuk Indonesia, Jakarta dipilih sebagai objek pertama,” papar Cuk.
Sementara itu Haznan Abimanyu, Kepala OREM, menginformasikan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) di Tahun 2060. “Secara bertahap, Indonesia menargetkan dapat menurunkan emisi sebesar 31,89% di Tahun 2030 dengan usaha sendiri atau 43,20% emisi Karbon dengan dukungan internasional,” kata Haznan.
Haznan menambahkan tujuan riset ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berdampak pada perubahan iklim, sebagai landasan penyusunan Climate Action Plan (CAP). Riset ini juga mengidentifikasi gap antara kebijakan yang ada dan kondisi di masyarakat, serta memperkenalkan Ecosystem Based Solution (EBS) untuk meminimalisir dampak perubahan iklim.
Pada kesempatan yang sama Kamrul Hassan memaparkan beberapa temuan hasil riset di Jakarta. Terdapat sepuluh milestone yang dilakukan, dan delapan di antaranya telah selesai. Dua milestone tersisa adalah pembuatan CAP dan International Symposium yang melibatkan seluruh negara peserta riset.
Ashraf Dewan menyampaikan analisa hasil pengukuran micro climate di 5 lokasi ekstrem temperature di Jakarta. Ia juga menjelaskan konsep EBS sebagai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Hasil akhir riset ini akan disampaikan di Bulan Juni 2024 dalam suatu symposium bersama negara-negara ASEAN lainnya. Diharapkan hasil riset ini bermanfaat bagi seluruh negara yang berpartisipasi. (ark/edt.aj,sj)