Belajar dari Gempa Bumi Cianjur, Apa yang Harus Kita Waspadai?
Jakarta, Humas BRIN - Indonesia merupakan salah satu negara yang sering sekali terjadi bencana, diantaranya adalah letusan gunung berapi dan gempa bumi. Hal ini disebabkan oleh Indonesia yang terletak di Ring of Fire atau daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik.
Seperti yang kita semua ketahui, beberapa waktu lalu terjadi gempa di sebagian wilayah di Indonesia. Salah satunya adalah di wilayah Cianjur pada 21 November 2022 lalu. Oleh karena itu, BRIN Insight Every Friday ke-57 yang dilaksanakan pada Jum’at (23/12) mengangkat tema “Belajar dari Gempa Bumi Cianjur, Apa yang Harus Kita Waspadai?”. Dengan tujuan agar kita bisa mengetahui apa saja yang harus kita pelajari mengenai gempa bumi, bagaimana cara kita mewaspadai terjadinya gempa bumi, dan bagaimana cara kita menghadapi gempa bumi.
Berdasarkan penjelasan Pakar Gempa Bumi dan Tsunami, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Danny Hilman Natawidjaja M.Sc. sumber gempa adalah sesar aktif dan yang menyebabkan gempa adalah siklus deformasi elastik, yaitu proses akumulasi tegangan perlahan dan pelepasan tiba-tiba.
“Secara umum, untuk memprediksi kapan terjadi gempa di satu tempat itu memang sangat susah atau belum bisa untuk saat ini,” ujarnya. Ia juga mengatakan secara teoritis gempa bisa diprediksi, tapi untuk saat ini masih bersifat eksperimental.
“Ketidakpastiannya masih sangat banyak. Sehingga, belum bisa kita aplikasikan untuk mitigasi yang praktis. Belum bisa kita mengatakan ke masyarakat akan ada gempa seminggu lagi, sebulan lagi. Karena kesalahannya terlalu besar, bahkan di bawah 10 persen,” katanya.
Menurut Prof. Danny, yang bisa dipelajari dan lebih banyak dipraktekan saat ini adalah dengan mempelajari sumber gempa, yaitu sesar aktif. Sesar aktif bisa dipetakan seakurat mungkin, meskipun di Indonesia tidak seluruh sesar aktif bisa dipetakan, karena terlalu banyak. Beliau juga mengatakan, dengan mempelajari sesar aktif, kita bisa mengetahui dengan akurat dimana lokasi gempa, seberapa besar kekuatan gempa, dan berapa lama akan terjadi gempa kembali.
Lebih lanjut, Prof. Danny mengatakan jika
gempa yang terjadi di Cianjur tidak terjadi pada jalur sesar yang sudah
dipetakan. Gempa tersebut juga bukan gempa pertama yang merusak di Cianjur,
tetapi pernah terjadi juga pada tahun 1879. Namun, beliau mengaku bahwa ia dan
pihaknya belum mengetahui apakah gempa ini terjadi pada sesar yang sama atau
tidak.
“Belum tahu apakah gempa ini adalah gempa perulangan dari tahun 1879. Belum bisa bilang secara ilmiah, karena harus ada penelitian lebih lanjut,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Danny juga menjelaskan goncangan gempa dapat dimitigasi dengan cara konstruksi tahan gempa, sedangkan pergerakan sesar aktif dapat dimitigasi dengan cara membuat zona sempadan, serta ada bahaya ikutan, yaitu likuifaksi, longsor dan tsunami.
Terakhir, ia menjelaskan jika justifikasi dan
fakta ilmiah dangat penting dalam mitigasi dan tindakan pengurangan resiko
bencana (gempa), serta diperlukannya kajian atau penelitian yang cepat oleh tim
ahli bersama institusi lain, termasuk BRIN. (nab)