Upaya Kelompok Riset Warisan Budaya Membingkai Keragaman Budaya Nusantara
Jakarta - Humas BRIN. Masyarakat etnis China di Makassar
menggunakan aksara dan naskah lontara yang merupakan budaya asli Bugis/Makassar
untuk menyebarkan budaya dan mitologi mereka. Selain itu, Wayang bisa menjadi
media untuk pendidikan dalam membangun karakter bangsa. Hal tersebut
dilontarkan Dedi Supriadi Adhuri selaku Koordinator Kelompok Riset Warisan
Budaya BRIN pada acara BRIN Insight Every Friday (BRIEF) yang mengangkat tema
"Mengenal Kelompok Riset Cultural Heritage Management di Pusat Riset
Masyarakat & Budaya BRIN" pada Jumat (06/01).
Dalam paparannya,
Dedi mengenalkan hasil riset yang telah dilakukan oleh kelompok riset warisan
budaya BRIN seperti “Dokumentasi Bahasa Hampir Punah” yang bisa diakses di
YouTube, Ensiklopedi Kuliner Indonesia yang bisa diakses pada laman ensiklopedi
kuliner.pmb.brin.go.id, lalu ada Hak Ulayat Laut di Kawasan Timur Indonesia
yang kemudian ditulis lebih mendalam dengan judul Selling the Sea, Fishing for
Power. Ada pula mengenai Riset Pengelolaan Cagar Budaya di Indonesia, Banten
Lama, Borobudur, dan Trowulan.
Kelompok Riset
Warisan Budaya dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Organisasi
Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora (OR IPSH) BRIN No. 25/III/HK/2022.
“Tujuan kelompok riset ini mengembangkan warisan budaya. Kegiatan riset 2022
salah satunya yakni meriset jalur rempah kontemporer, jalur rempah tidak hanya
rempah saja tapi ada komoditas lain, adanya migrasi, sehingga terjadi interaksi
lintas budaya dan lain-lain,” ujar Dedi.
Pada 2023, penelitian
akan difokuskan untuk melengkapi penelitian kelompok riset maritim mengenai
konstruksi identitas berdasarkan tradisi lisan dalam pengelolaan mangrove di
Maluku. Lalu, ada juga mengenai pemahaman sosial budaya warisan nilai dalam
penangkapan ikan tradisional dan tantangannya. Indonesia bagian timur menjadi
ruang besar bagi kelompok riset ini. Selain Maluku dan Nusa Tenggara Timur
(NTT), Kelompok riset ini pada tahun 2023 juga akan mempelajari hubungan
perdagangan rempah dengan segregasi sosial dan dinamika agraria pada masyarakat
kota Ambon. Lalu ada juga mengenai relasi Makassar-China, mengenai penulisan
sejarah dan mitologi China menggunakan aksara dan naskah lontara budaya lokal
Bugis). Tak lupa, kelompok riset ini akan meneliti pemanfaatan wayang dalam
membangun karakter bangsa.
Dalam kesempatan yang
sama, Peneliti PRB BRIN, Taufik membawakan judul “Kompleksitas Tata Kelola
Warisan Budaya Benteng Somba Opu”. Taufik berpendapat bahwa perlu adanya narasi
baru untuk Makassar sebagai kota benteng. “Makassar dibangun dengan sistem
benteng yang berjejer sepanjang pantai utara hingga selatan, benteng tersebut
memberi jaminan keamanan kepada para pedagang dan tempat favorit mereka,”
ujarnya. Benteng Somba Opu sebagai benteng terbesar memiliki peran strategis
dan nilai simbolik yang menonjol. Taufik lalu menyampaikan tujuan
penelitian/riset tahap dua yang bermuara pada membangun model tata kelola
terintegrasi warisan budaya benteng Somba Opu.
Pendekatan
interdisipliner juga dilakukan yakni mencakup keilmuan antropologi, sejarah,
arkeologi yang akan menghasilkan tata kelola terintegrasi warisan budaya
benteng Somba Opu, Garassi, dan Bayao. Lalu Taufik menyampaikan temuan penting
seperti sea landscape, polemik rekonstruksi historis, rekonstruksi
arkeologi yang belum selesai, kompleksitas kelembagaan, lanskap budaya, dan
perspektif komunitas.
Taufik menyebut kompleksitas
permasalahan saling tumpang tindih dan tidak dapat dilihat secara parsial.
“Pemahaman arkeologi dan historis sangat penting dalam pengembangan kawasan
benteng Somba Opu. Distribusi kewenangan tidak boleh mengabaikan pemaknaan dan
partisipasi komunitas atas benteng Somba Opu. Kompleksitas tata kelola benteng
merupakan masalah yang saling terkait dan perlu cara integratif dalam
menghadapinya,” tutupnya. (sgd)