• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 57 ) Oct 31, 2024

Mahasiswa UNDIP Datangi BRIN Belajar Warisan Budaya


Jakarta - Humas BRIN. Sejumlah mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang melakukan kunjungan studi ke Kantor BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo Jakarta, Selasa (29/10). Kunjungan tersebut dalam upaya penelitian lapangan dan pengumpulan data guna menyusun tugas kuliah.


Herry Jogaswara, Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) BRIN menerima kunjungan tersebut dengan memaparkan pengenalan tentang bidang – bidang riset BRIN. Lebih spesifik, ia menyebutkan manfaat laboratorium – laboratorium BRIN yang berlokasi di berbagai kawasan di Indonesia.


Ia mengulas BRIN sebagai rumah pengetahuan. Artinya, BRIN menjadi media tempat bertemunya para ilmuwan, di mana mereka melakukan berbagai kegiatan mulai dari riset, seminar, diskusi, pelatihan, dan sebagainya. “Di sinilah tempat menempa ilmu bagi para peneliti yang kemudian terlahir para ilmuwan dengan berbagai bidang kepakarannya,” tegasnya.


Terkait dengan ilmu yang para mahasiswa ini pelajari, Herry menjelaskan salah satu peran BRIN dalam penelitian warisan budaya. Tak lupa ia menjelaskan awal mula terbentuknya BRIN yang merupakan integrasi dari berbagai entitas seperti LIPI, LAPAN, BATAN, BPPT, Kementerian Riset dan Teknologi, serta sekitar 69 unit litbang dari berbagai kementerian dan lembaga.


Ia juga menginformasikan peluang besar penelitian di BRIN yang melibatkan para peneliti di luar BRIN dengan bergabung dalam skema riset kolaboratif seperti halnya rumah program dan yang lainnya. Dananya bersifat terbuka,  sebagaimana amanat Perpres 78 tahun 2021, yakni seluruh kegiatan riset dan inovasi hanya ada di BRIN. Karena itu, imbuhnya, BRIN harus bertanggung jawab terhadap kegiatan riset yang ada di Indonesia.


Menanggapi informasi tersebut, Haryono Rinardi, selaku Dosen Pembimbing FIB UNDIP, menjelaskan maksud kunjungannya supaya mahasiswa dapat terinspirasi dari laporan-laporan penelitian yang ada di BRIN. “Mahasiswa bisa memperoleh materi yang menjadi sumber bagi penulisan skripsi nantinya,” urainya. Untuk itu, melalui kegiatan ini, ia berharap mahasiswa mendapatkan topik penelitian sekaligus sumber penelitian mereka.  


Irfan Mahmud selaku Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah (PR APS) menjabarkan berbagai kelompok riset yang ada di pusat risetnya. Ia memberi contoh kajian riset yakni penelitian zaman Pleistosen dan Holosen di era 1,8 juta sampai 11.700 tahun yang lalu, studi Austronesia, kelompok riset peradaban Hindu-Buddha, zaman klasik di Jawa Tengah seperti Candi Prambanan, Borobudur dan yang lainnya. 


Pentingnya mempelajari itu, karena sebagai transformasi secara naratif dalam melihat sejarah seni. Contohnya berbagai relief, dari jenis sejarah seni.


Sementara itu, Sastri Sunarti selaku Kepala Pusat Riset Manuskrip Literatur dan Tradisi Lisan menginformasikan tentang literatur penelitian yang mengacu pada teks-teks tertulis, baik sastra atau surat kabar.


“Sejarah tentu tidak hanya dari teks tertulis. Namun kita perlu menggali sejarah penulisan dari ingatan memori kolektif. Ini yang menjadi peluang mahasiswa dalam menuliskan sejarah merekonstruksi atau bahkan mengkritisi sejarah yang pernah dibuat oleh orang-orang besar, tentunya dengan argumentasi dan data,” urainya.


Selanjutnya, Lisda Meyanti selaku peneliti PR APS BRIN membahas tentang epigrafi untuk penulisan sejarah. Ia menjelaskan, efigrafi sebagai ilmu yang mempelajari dan menafsirkan prasasti. Prasasti itu sendiri merupakan artefak bertulis. Oleh karena itu, sejarah dan arkeologi sangat erat kaitannya dengan filologi dan efigrafi.


Yusmaini Eriawati selaku peneliti PR APS BRIN juga membahas tentang artefak keramik dalam arkeologi. Ia menjabarkan bahwa data arkeologi ada tiga bentuk data. Artefak berupa benda alam yang diubah tangan manusia, baik sebagian maupun seluruhnya. Ekofak sebagai benda alam yang diduga telah dimanfaatkan oleh manusia (misalnya tulang binatang, arang, dsb). Lalu fitur sebagai artefak yang tidak dapat diangkat dari tempat kedudukannya (matriksnya) tanpa merusak. Misalnya lobang sampah, bekas lantai, dan sebagainya.


Lebih spesifik ia menjelaskan tentang keramik dalam arkeologi. Di mana, keramik kuna yang merupakan salah satu jenis benda yang diproduksi oleh manusia masa lalu untuk memenuhi berbagai kebutuhan mereka di dalam kehidupannya. Ini mencakup tiga macam benda. Berdasarkan bahan dasarnya, Istilah keramik adalah sebutan untuk semua jenis barang tanah liat bakar. Jenis – jenis keramik itu sendiri mengalami perbedaan karena suhu pembakaran dan dan jenis tanah liat. Seperti terakota (terracota), tembikar (earthenware), batuan (stoneware), dan porselin (porcelain).


Yusma, di sini, mengungkapkan kelebihan artefak keramik dibanding dengan artefak lainnya. Bahannya tidak mudah hancur walau tersimpan untuk waktu yang lama, baik itu di dalam air/ di atas air, dalam tanah, serta permuakaan tanah. Hal ini sangat membantu arkeolog (keramolog) dalam menganalisis artefak keramik. (Sur/ ed:And)