Mahasiswa Pelajari Matahari dan Antariksa
Bandung, Humas BRIN. Sebanyak 46 orang
mahasiswa PGSD Prodi Fakultas Pendidikan dan Sains (FPS) Universitas Gunung
Jati berkesempatan mengunjungi Pusat Riset Antariksa (PRA) BRIN yang berada di
Kawasan Sains Teknologi Samaun Samadikun Bandung, Selasa (23/01). Kunjungan ini
merupakan proyek mata kuliah Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA).
Menurut
Tarmizi Dosen Universitas Swadaya Gunung Jati, tujuan kunjungan ini agar mahasiswa
dapat belajar tentang bagaimana alam semesta itu tercipta, bagaimana
perkembangannya saat ini.
M.
Zamzam Nurzaman Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN sebagai narasumber menyampaikan materi terkait matahari dan cuaca antariksa. Zamzam menjelaskan tentang matahari sebagai
sumber kehidupan dan salah satu alasan mengapa mempelajari matahari karena
matahari merupakan bintang yang paling dekat dengan bumi.
“Matahari
sebagai pusat tata surya, massanya paling besar dan sebagai sumber energi utama
serta sumber cuaca antariksa. Masing-masing lapisan atmosfer Matahari mempunyai
fitur khusus dan teknik pengamatan yang berbeda. Beragam aktivitas Matahari
terjadi dalam skala waktu yang berbeda mulai dari menit hingga puluhan tahun,”
ungkap Zamzam.
Ia
juga menjelaskan fakta menarik tentang Matahari yaitu bahwa Matahari sebagai
bintang menghasilkan energinya sendiri. Berbeda dengan planet seperti Bumi yang
hanya memantulkan atau menyerap cahaya dari Matahari. Energi yang dihasilkan
dari Matahari berasal dari reaksi nuklir di inti Matahari. Hasil dari reaksi
nuklir inilah yang kemudian menjadi cahaya yang sampai ke Bumi dan menjadi
sumber kehidupan.
Fakta
menarik lainnya adalah Matahari-Bumi sekitar 150 juta km atau perlu waktu
kira-kira 8 menit untuk cahaya dari Matahari sampai ke Bumi (~8 menit cahaya).
Sedangkan jarak Bumi-Alfa Centauri (bintang kedua terdekat dari Bumi) berjarak
~4,2 tahun cahaya. Sehingga Matahari menjadi bintang yang paling dekat dengan
Bumi dan dapat diamati sebagai piringan. Alfa Centauri hanya bisa diamati
sebagai titik saja meskipun dilihat pakai teleskop paling besar sekalipun. Selain
itu ternyata Matahari mempunyai rotasi diferensil atau kecepatan rotasi di
lintang tinggi (daerah kutub) lebih lambat dari kecepatan di lintang rendah
(deerah ekuator). Perlu waktu kira-kira 25 hari Bumi untuk menyelesaikan satu
putaran di ekuator Matahari. Sementara satu putaran di kutub Matahari memakan
waktu kira-kira 36 hari Bumi.
Selanjutnya
Zamzam menjelaskan tentang struktur Matahari. Matahari terdiri dari
struktur interior (tidak dapat diamati langsung) dan lapisan atmosfer (yang
dapat diamati langsung). Struktur interior yang paling dalam disebut inti
Matahari. Reaksi nuklir terjadi di inti Matahari, mengubah ~700 juta atom
hydrogen menjadi ~695 juta atom helium tiap detiknyaa. Suhu di inti dapat
mencapai 15 juta derajat. Daerah radiatif tepat berada di luar inti
Matahari. Kerapatan bervariasi (lebih rapat
dari emas hingga lebih renggang dari air). Energi juga berpindah secara
radiasi.
“Energi
dari daerah radiatif akan memanaskan gas-gas di atasnya, sehingga gas tersebut
bergerak ke atas menjauhi inti Matahari. Proses ini terjadi di daerah
konveksi. Gas panas yang sudah sampai
permukaan, Kemudian mengeluarkan cahaya sehingga temperaturnya turun lalu
kembali lagi ke interior Matahari yang lebih dalam untuk dipanaskan kembali
sehingga dapat naik ke permukaan lagi.
Daerah konveksi mempunyai volume 2/3 volume Matahari, “tegasnya.
Di
atas daerah konveksi, ada lapisan yang lebih tipis, lebih dingin, sangat dekat
dengan permukaan Matahari yang disebut fotosfer. Di fotosfer ini kerapatan
material penyusun Matahari menjadi sangat renggang dan tipis sehingga menjadi ‘transparan’
artinya cahaya mulai dapat kita lihat. Suhunya kira-kira 6000 K. Pada lapisan
ini dapat teramati noda hitam atau bintik di permukaan Matahari yang suhunya
sekitar 4000 K. Di atas lapisan fotosfer ada kromosfer dengan suhu sekitar
30000K. Pada lapisan ini dapat diamati filamen di permukaan Matahari. Lapisan
atmosfir selanjutnya adalah korona Matahari yang suhunya mencapai jutaan
derajat kelvin. Korona hanya dapat dilihat dari Bumi saat gerhana Matahari
total terjadi.
Matahari
dapat diamati dari landas Bumi maupun menggunakan satelit dari luar angkasa. Pengamatan
dari Bumi hanya dapat melihat bagian fotosfer dan sebagian kromosfer Matahari.
Jika ingin mengamati berbagai lapisan atmosfer Matahari khususnya di korona dan
sebagian kromosfer, maka perlu dilakukan dari luar angkasa seperti satelit SOHO
yang dapat mengamati korona dan SDO yang dapat mengamati atmosfer Matahari
dengan 10 filter yang berbeda.
Diakhir paparan Zamzam menjelaskan aktivitas
matahari mempengaruhi kondisi cuaca antariksa di sekitar lingkungan Bumi. Peristiwa
seperti flare dan CME (Corona Massa Ejection) yang berasal dari
aktivitas di atmosfer Matahari sangat mempengaruhi geomagnet dan ionosfer.
Peristiwa CME yang mengarah ke Bumi dapat menyebabkan badai geomagnetik yang
salah satu dampaknya adalah mengganggu teknologi satelit. Selain itu peristiwa
flare yang mengarah ke Bumi dapat mengubah kerapatan lapisan ionosfer di
atmosfer Bumi, sehigga pemantulan gelombang radio dapat terganggu. “Teknologi
di landas bumi dan luar angkasa secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh
aktivitas Matahari,” pungkasnya. (sc/ed:cw)