• (021) 3169010
  • ppid@brin.go.id
Views ( 144 ) Jan 27, 2024

Mahasiswa Pelajari Matahari dan Antariksa


Bandung, Humas BRIN. Sebanyak 46 orang mahasiswa PGSD Prodi Fakultas Pendidikan dan Sains (FPS) Universitas Gunung Jati berkesempatan mengunjungi Pusat Riset Antariksa (PRA) BRIN yang berada di Kawasan Sains Teknologi Samaun Samadikun Bandung, Selasa (23/01). Kunjungan ini merupakan proyek mata kuliah Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA).

 

Menurut Tarmizi Dosen Universitas Swadaya Gunung Jati, tujuan kunjungan ini agar mahasiswa dapat belajar tentang bagaimana alam semesta itu tercipta, bagaimana perkembangannya saat ini.

 

M. Zamzam Nurzaman Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN sebagai narasumber menyampaikan  materi terkait matahari dan cuaca antariksa.  Zamzam menjelaskan tentang matahari sebagai sumber kehidupan dan salah satu alasan mengapa mempelajari matahari karena matahari merupakan bintang yang paling dekat dengan bumi.

 

“Matahari sebagai pusat tata surya, massanya paling besar dan sebagai sumber energi utama serta sumber cuaca antariksa. Masing-masing lapisan atmosfer Matahari mempunyai fitur khusus dan teknik pengamatan yang berbeda. Beragam aktivitas Matahari terjadi dalam skala waktu yang berbeda mulai dari menit hingga puluhan tahun,” ungkap Zamzam.

 

Ia juga menjelaskan fakta menarik tentang Matahari yaitu bahwa Matahari sebagai bintang menghasilkan energinya sendiri. Berbeda dengan planet seperti Bumi yang hanya memantulkan atau menyerap cahaya dari Matahari. Energi yang dihasilkan dari Matahari berasal dari reaksi nuklir di inti Matahari. Hasil dari reaksi nuklir inilah yang kemudian menjadi cahaya yang sampai ke Bumi dan menjadi sumber kehidupan.

 

Fakta menarik lainnya adalah Matahari-Bumi sekitar 150 juta km atau perlu waktu kira-kira 8 menit untuk cahaya dari Matahari sampai ke Bumi (~8 menit cahaya). Sedangkan jarak Bumi-Alfa Centauri (bintang kedua terdekat dari Bumi) berjarak ~4,2 tahun cahaya. Sehingga Matahari menjadi bintang yang paling dekat dengan Bumi dan dapat diamati sebagai piringan. Alfa Centauri hanya bisa diamati sebagai titik saja meskipun dilihat pakai teleskop paling besar sekalipun. Selain itu ternyata Matahari mempunyai rotasi diferensil atau kecepatan rotasi di lintang tinggi (daerah kutub) lebih lambat dari kecepatan di lintang rendah (deerah ekuator). Perlu waktu kira-kira 25 hari Bumi untuk menyelesaikan satu putaran di ekuator Matahari. Sementara satu putaran di kutub Matahari memakan waktu kira-kira 36 hari Bumi.

 

Selanjutnya Zamzam menjelaskan tentang struktur Matahari. Matahari terdiri dari struktur interior (tidak dapat diamati langsung) dan lapisan atmosfer (yang dapat diamati langsung). Struktur interior yang paling dalam disebut inti Matahari. Reaksi nuklir terjadi di inti Matahari, mengubah ~700 juta atom hydrogen menjadi ~695 juta atom helium tiap detiknyaa. Suhu di inti dapat mencapai 15 juta derajat. Daerah radiatif tepat berada di luar inti Matahari.  Kerapatan bervariasi (lebih rapat dari emas hingga lebih renggang dari air). Energi juga berpindah secara radiasi.

 

“Energi dari daerah radiatif akan memanaskan gas-gas di atasnya, sehingga gas tersebut bergerak ke atas menjauhi inti Matahari. Proses ini terjadi di daerah konveksi.  Gas panas yang sudah sampai permukaan, Kemudian mengeluarkan cahaya sehingga temperaturnya turun lalu kembali lagi ke interior Matahari yang lebih dalam untuk dipanaskan kembali sehingga dapat naik ke permukaan lagi.  Daerah konveksi mempunyai volume 2/3 volume Matahari, “tegasnya.

 

Di atas daerah konveksi, ada lapisan yang lebih tipis, lebih dingin, sangat dekat dengan permukaan Matahari yang disebut fotosfer. Di fotosfer ini kerapatan material penyusun Matahari menjadi sangat renggang dan tipis sehingga menjadi ‘transparan’ artinya cahaya mulai dapat kita lihat. Suhunya kira-kira 6000 K. Pada lapisan ini dapat teramati noda hitam atau bintik di permukaan Matahari yang suhunya sekitar 4000 K. Di atas lapisan fotosfer ada kromosfer dengan suhu sekitar 30000K. Pada lapisan ini dapat diamati filamen di permukaan Matahari. Lapisan atmosfir selanjutnya adalah korona Matahari yang suhunya mencapai jutaan derajat kelvin. Korona hanya dapat dilihat dari Bumi saat gerhana Matahari total terjadi.

 

Matahari dapat diamati dari landas Bumi maupun menggunakan satelit dari luar angkasa. Pengamatan dari Bumi hanya dapat melihat bagian fotosfer dan sebagian kromosfer Matahari. Jika ingin mengamati berbagai lapisan atmosfer Matahari khususnya di korona dan sebagian kromosfer, maka perlu dilakukan dari luar angkasa seperti satelit SOHO yang dapat mengamati korona dan SDO yang dapat mengamati atmosfer Matahari dengan 10 filter yang berbeda.

 

Diakhir paparan Zamzam menjelaskan aktivitas matahari mempengaruhi kondisi cuaca antariksa di sekitar lingkungan Bumi. Peristiwa seperti flare dan CME (Corona Massa Ejection) yang berasal dari aktivitas di atmosfer Matahari sangat mempengaruhi geomagnet dan ionosfer. Peristiwa CME yang mengarah ke Bumi dapat menyebabkan badai geomagnetik yang salah satu dampaknya adalah mengganggu teknologi satelit. Selain itu peristiwa flare yang mengarah ke Bumi dapat mengubah kerapatan lapisan ionosfer di atmosfer Bumi, sehigga pemantulan gelombang radio dapat terganggu. “Teknologi di landas bumi dan luar angkasa secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh aktivitas Matahari,” pungkasnya. (sc/ed:cw)